Koalisi perlindungan saksi yang merupakan gabungan dari LSM antara lain ICW, Elsam dan LBH Pers, menyayangkan pembahasan RUU Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSK) oleh panja Komisi III DPR dilakukan secara tertutup. Padahal dalam pembahasan RUU yang berdampak luas terhadap masyarakat ini, partisipasi dan masukan dari masyarakat maupun stake holder sangat dibutuhkan.Kordinator hukum dan monitoring ICW, Emerson Yuncho mengungkapkan hal tersebut pada para wartawan di gedung DPR RI, Senin (13/2).
"Panja Komisi III DPR RI tidak memberikan kesempatan pada masyarakat untuk memberikan masukan terhadap substansi RUU perlindungan saksi dan korban. Rapat pembahasannya dilakukan secara tertutup," ujar Emerson.
Menurutnya, seharusnya DPR lebih terbuka dan memberikan akses yang seluas-luasnya terhadap publik dalam proses pembahasan RUU ini. Jika tidak, dikhawatirkan substansi RUU yang rencananya akan disahkan pada 24 Maret mendatang tidak menyentuh persoalan yang mendasar.
"Kita tidak menginginkan RUU perlindungan saksi dan korban yang dibahas dan disahkan menjadi undang-undang yang asal jadi. Akhirnya menjadi mandul, karena tidak dapat diimplementasikan," tegas Emerson.
Koalisi perlindungan saksi minta DPR mengutamakan kualitas RUU perlindungan saksi dan korban yang sedang dibahas daripada hanya sekedar mengejar target waktu penyelesaian berdasarkan jadwal yang ditentukan. Berdasarkan jadwal sekretariat komisi III DPR RI, rapat kerja panja RUU PSK akan dimulai pada 14 Februari 2006, namun jadwal diperketat, pembahasan sudah dimulai sejak 8 Februari.
Di tempat yang sama, anggota Panja komisi III DPR RI, Nursyahbani Katjasungkana menyatakan, secara pribadi dirinya menginginkan masyarakat dan stake holder memberikan masukan terhadap pembahasan RUU PSK ini. Ia menginginkan rapat-rapat pembahasan dilakukan secara terbuka dan akan mencari celah yang memungkinkan agar rapat panitia kerja dilakukan terbuka. (novel)