Pasukan prajurit Keraton Yogyakarta melakukan gladi resik pengamanan upacara tradisional Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta, Kota Yogyakarta, beberapa hari lalu. Upacara tradisional Grebeg Syawal ini dilaksanakan untuk menyambut 1 Syawal 1432 Hijriah yang bertepatan dengan Idul Fitri 2011.
Setiap memasuki bulan Syawal, Kasultanan Ngayogyakarta mengadakan ritual sedekah bumi yang disebut dengan Grebeg Syawal.
Ritual Grebeg ini hanya diadakan setahun tiga kali. Grebeg pertama dilakukan saat Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai akhir dari pesta rakyat, Sekaten, disebut Grebeg Mulud.
Kedua, saat memasuki bulan Syawal, sebagai ungkapan terimakasih karena telah berhasil menjalankan ibadah puasa, disebut Grebeg Pasa atau Grebeg Syawal. Dan ketiga, pada tanggal 10 Dzulhijjah atau 10 Besar, yang dikenal sebagai Idul Adha, disebut Grebeg Besar.
Semua jenis Grebeg menampilkan Gunungan sebagai penampil utamanya. Gunungan adalah sesaji yang ditata menjadi bentuk kerucut, bahannya adalah sayur-mayur hasil bumi sebut saja, Kacang Panjang, Cabai, Telur, dll. Untuk Grebeg Pasa, Gunungan hanya dibuat satu buah, berbeda untuk Grebeg Mulud yang dibuat dua buah.
Gunungan ini kemudian diarak oleh para abdi dalem Keraton, dari bangsal Keraton menuju Masjid Agung Jogjakarta. Sesampainya di Masjid Agung, Gunungan ini kemudian diserbu oleh para rakyat yang telah menanti, untuk dipreteli. dan dibawa pulang, memang sayur-mayur itu dapat dengan mudah ditemui di pasar-pasar, namun segala hal yang berbau Keraton bagi rakyat Jogja yang masih teguh memegang tradisi adalah sesuatu yang keramat dan membawa rejeki. Istilahya adalah “Ngalap Berkah”.
Memang, tradisi ini tidak lepas dari masuknya pengaruh kemusyrikan-ala paganistik keraton di tanah Jawa. Mereka meyakini akan keberkahan dari prosesi ini. Hanya pada di ritual Grebeg inilah rakyat bisa menyaksikan prajurit keraton dari dekat, terutama saat mereka mengawal Gunungan.
Maka itu tidak heran umat muslim telah diwanti-wanti perihal nawaqidhul Iman (pembatal keimanan) oleh Rasulullah,"Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia." (HR. Ahmad No. 8493). (pz/trib/wisma)