Ketua DPRRI Agung Laksono meminta Transparency Internasional Indonesia (TII) menjelaskan kembali parameter dari hasil survey yang dirilisnya yang menyatakan DPR sebagai lembaga terkorup. Menurutnya, survey yang dilakukan TII yang menempatkan DPRR sebagai lembaga terkorup belum jelas secara definisinya.
"Di mana letak penilaian tersebut, apakah hanya sekedar persepsi masyarakat atau hal lain, harus dijelaskan supaya masyarakat tidak salah pengertian," ujarnya di Gedung DPRRI, Jakarta, Senin (11/12).
Ia menjelaskan, sesuai dengan definisi yang berlaku umum pengertian korupsi itu berarti penggunaan keuangan negara untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, dan jika hasil survey dikaitkan dengan pengertian itu telah terjadi mispersepsi.
Lebih lanjut Agung menegaskan, sejauh ini DPR ini bukan lembaga pemegang keuangan, tetapi berkaitan dengan substansi politik, namun jika lembaga pemantau korupsi tetap menganggap demikian, pimpinan DPR akan merekomendasikan kepada tim eveluasi kinerja untuk mempelajari hasil temuan tersebut.
"Saya tidak akan langsung menolaknya, tapi untuk upaya perbaikan, mungkin hasil ini akan saya lanjutkan kepada tim kinerja DPRRI," tandasnya.
Secara terpisah, Anggota DPRRI Komisi III Al-Muzzamil Yusuf menyangsikan hasil survey tersebut, jika benar-benar dilihat sesuai dengan fakta, sebab bisa saja itu hanya dilihat berdasarkan persepsi masyarakat.
"Saya meragukan kalau itu berbasis fakta, itukan hanya persepsi publik yang menunjukan, bahwa dimata masyarakat DPR belum banyak berubah," imbuhnya.
Seperti diketahui pada puncak peringatan hari Korupsi Internasional, Transparency Internasional Indonesia (TII) mengeluarkan hasil survey TII tentang "Barometer Korupsi tahun 2006." Di mana survey tersebut menempatkan parlemen atau DPR sebagai lembaga terkorup, disusul diurutan kedua lembaga peradilan, ketiga kepolisian, dan keempat partai politik. (novel)