Fatwa haram rokok yang telah diwacanakan kembali oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia, perlu dipertimbangkan efektivitasnya apabila ke depan fatwa itu benar-benar diterbitkan.
"Penyadaran (tau’iyah) tentang bahaya nikotin itu harus diutamakan, karena sudah banyak aturan difatwakan, tapi tak dilaksanakan, " kata Menteri Agama M.Maftuh Basyuni, usai menandatangani kerja sama antara Pesantren Sabilil Muttaqin (PSM) Takeran, Magetan, dengan Al-Irsyad Singapura untuk pengembangan Islamic International School, di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Menag mencontohkan minuman keras yang sudah ada hukum haram di dalam Al-Quran, akan tetapi minuman keras dapat ditemukan secara mudah, dan dengan memejamkan mata tetapi dikonsumsi.
"Jadi, semakin banyak aturan atau fatwa dikeluarkan justru semakin banyak aturan atau fatwa yang dilanggar, bila tanpa ada tau`iyah (penyadaran) terlebih dulu, " ungkapnya.
Karena itu, lanjutnya, wacana fatwa haram merokok itu harus didasarkan berbagai pertimbangan, yang intinya mengungkapkan bahwa merokok itu banyaknya mudarat (kerusakan/kejelekan) daripada manfaatnya dari segi kesehatan.
Di samping itu dari segi ekonomi, dengan merokok itu justru menghamburkan uang, bahkan dapat terburuknya dapat menimbulkan anak putus sekolah karena orangtuanya hanya mementingkan membeli rokok dibanding membayar sekolah anaknya.
Seperti diketahui, pekan lalu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendatangi Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram merokok dalam rangka memberikan perlindungan bagi anak, dan untuk menekan angka perokok dikalangan remaja.(novel)