Sapu Kotor Tak Dapat Membersihkan Rumah Kotor?

Dengan telak Partainya ‘Wong Cilik’ (PDIP) terkena tsunami ‘suap’ yang menimpa 19 politisinya. Dalam sidang perdana skandal suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia, dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod, berlangsung dalam suana tegang.
Nilai uang digelontorkan kepada politisi PDIP untuk memuluskan terpilihnya calon Deputi Gubernur BI, Miranda Gultom itu, sebesar Rp 9,8 miliar.

Diantara yang diduga menerima Rp 500 juta terdapat 14 orang, diantaranya Williem Tutuarima, Agus Condro, Muh Iqbal, Budiningsih, Poltak Sitorus, Aberson M Sihaloho, Rusman Lumban Toruan, Max Moein, Jeffrey Tongas Lumban Batu, Engelina A Pattiasina, Surata HW, Ni Luh Mariani Tirtasari, Soewarno, Dudhie Makmun Murod. Sedangkan sisanya diterima oleh Sukardjo Hardjosoewirjo Rp 200 juta, Izedik Emir Moeis Rp 200 juta, Matheos Pormes Rp 350 juta, Sutanto Pranoto Rp 600 juta, khusus Panda Nababan Rp 1,45 milyar.

Aliran dana itu terungkap dalam dakwaaan sidang perdana mantan anggota DPR FPDIP periode 1999-2004, Dudhie Makmun Murod, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (8/3). “Pada Juni 2004, di Restoran Bebek Bali, terdakwa di duga menerima pemberian atau janji setidak-tidaknya Rp 9,8 miliar dalam bentuk treveler cheque dari Nunun Nurbaiti melalui Ahmad Hakim Safari”, kata Jaksa Mochamad Rum.

Uang Rp 9,8 miliar itu dibagi bervariasi antara Rp 350-Rp 600 juta untuk 16 orang, termasuk Dudhie yang mengambil 10 lembar traveler cheque senilai Rp 500 juta. Sementara itu, Panda Nababan menerima Rp 1,45 miliar. Sisanya dibagikan Panda ke Sukardjo Hardjosoewirjo dan Emir Moeis masing-masing Rp 200 juta.

Dalam dakwaan, terungkap pula, Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo, meminta anggota FPDIP di Komisi IX DPR, mengamankan pemilihan itu. Pada 29 Mei 2004, terjadi pertemuan antara Miranda dan petinggi PDIP, yaitu Tjahjo Kumolo, Panda Nababan, Emir Moes, Max Moein, dan anggota Komisi IX, di Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan. Kasus ini mencuat akibat pengakuan anggota Komisi IX DPR dari FPDIP Agus Chondro Prayitno, buka suara dan mengembalikan 10 traveler cheque ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri memastikan tak akan membela 19 kadernya yang disebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menerima uang suap dalam kasus pemilihan Miranda Gultom menjadi Deputi Gubernur BI. “Itu merupakan tugas penuntut umum”, ucap Mega.

Sebelumnya sudah menjadi tersangka, yaitu Hamka Yamdu (Golkar), Endin AJ Soefihara (PPP), dan Udju Suhaeri (Fraksi TNI/Polri). Belakangan yang terkena kasus korupsi mantan Mensos Bachtiar Chamzah, juga sudah menjadi tersangka.

Sekarang ini, ada kekawatiran akan terjadi barter kasus, kasus korupsi ini hampir menimpa kader-kader partai yang sebelumnya bergiat di dalam Pansus Century. ICW (Indonesiaan Corruption Watch) menuding kemungkinan akan terjadi barter kasus hukum dengan Century.

ICW menilai kemungkinan ada tujuh kasus yang bisa dibarter, seperti masalah pajak, yang diduga melibat orang Golkar, kasus yang melibatkan politisi PDIP, di mana PPATK menemukan adanya 137 transfer valuta asing, kasus L/C fiktif yang dilakukan oleh inisiator panitia angket Century Misbakhun yang merupakan anggota DPR dari PKS, kasus pelanggaran HAM Munir yang melibatkan anggota Partai Gerindra, dan ada kasus HAM Timor Timur. Ini semua mencuat keluar publik, sejak kasus bail out Bank Century, di mana partai-partai yang menjadi koalisi sebagian ikut memilih opsi C, yang eksplisit bail out Bank Century terindikasi korupsi, dan menyebutkan nama-nama terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Dengan adanya buka-bukaan ini, semakin jelas bahwa semua partai politik, kadernya terkena kasus korupsi. Sehingga, apakah ‘Sapu kotor itu akan dapat membersihkan rumah yang kotor?”. (m/rpblk/rm)