Pembahasan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) di DPR mulai menampung aspirasi masyarakat. Salah satunya berasal dari Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) yang menilai RUU itu tumpang tindih dengan UU lain.
“MIUMI dengan tegas menolak. Kalau ormas lain ‘menolak’,” kata anggota MIUMI, Mirman Syafirin Manurung, di ruang rapat Komisi VIII DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/6/2012).
MIUMI menolak antara lain tentang pasal soal pembedaan gaji. RUU ini juga dinilai tumpang tindih dengan UU lainnya.
“Contoh, tadi ada perempuan Aceh yang ngomong soal pasal 12 isinya seseorang dibenarkan kalau sudah sampai umur menikah dibebaskan untuk memilih pasangannya. Itu kan bisa menjadi multitafsir, nanti bisa jadi lesbianisme, homoseksual an sebagainya. MIUMI tidak sepakat dengan pasal itu dan ini harus dibenarkan,” papar dia.
Menurut dia, banyak UU yang mengadopsi kesetaraan gender seperti draf pendidikan, hukum, UU KDRT dan juga mengenai human trafficking, yaitu UU TKI.
“Makanya, buat apa ada RUU kesetaraan gender, apa maunya? Dalam UU lain sudah diadopsi. Ini habis-habiskan waktu, buang uang rakyat juga. Intinya UU ini untuk melindungi perempuan dan ternyata UU lain sudah mengadopsi,” kata Mirwan.
RUU ini, lanjut dia, tidak menyebutkan dasar-dasar dalam Pancasila seperti Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Kita sudah punya Pancasila, UUD 45 dan itu sudah diinterpretasikan dalam UU secara detail buat apa bikin yang baru,” ujar Mirwan.(fq/detik)