Tim kemanusiaan Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) menjalin kerjasama dengan Egyptian Medical Syndicate (EMS/Persatuan Pekerja Medis Mesir) untuk menyalurkan bantuan obat-obatan dan peralatan medis yang dibawa dari Indonesia. Penyerahan bantuan dilakukan Jumat (13/2) lalu, oleh Wakil Koordinator Tim Kemanusiaan KNRP dr. Agus Koeshartoro kepada perwakilan EMS di Al Arish, daerah perbatasan Mesir dan Gaza.
Kerjasama yang dilakukan dengan EMS, menurut Agus, karena hingga Jumat (15/2) belum juga diperoleh kepastian kapan gerbang perbatasan Rafah dibuka. Sementara Tim Kemanusiaan KNRP yang terdiri dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Dompet Dhuafa (DD), dan Wahdah Islamiyah sudah lebih dari seminggu menunggu di Al Arish.
Alasan dipilihnya EMS, lanjutnya, organisasi pekerja medis Mesir ini merupakan lembaga resmi yang mengurusi kebutuhan orang-orang Palestina yang membutuhkan pertolongan medis di Mesir. "Organisasi ini selama ini menyalurkan bantuan medis maupun nonmedis langsung ke Gaza. EMS juga ikut membantu membiayai orang-orang Palestina yang menjalani perawatan atau pengobatan di Mesir," katanya dalam siaran pers yang diterima Eramuslim.
Sebelum menyerahkan bantuan, Tim KNRP telah mengunjungi kantor perwakilan EMS di Al Arish. Tim diterima oleh dua orang pengurus kantor perwakilan Al Arish, Husham dan Ahmad. Kepada tim KNRP, Husham menyatakan, sejak keluar kebijakan menutup pintu Rafah, pihaknya juga mengalami kesulitan untuk masuk ke Gaza.
Hal ini menyebabkan gudang-gudang penampungan bantuan yang dimiliki EMS di Sinai Utara penuh dengan bantuan, baik makanan, obat-obatan, maupun peralatan medis, selimut, kasur, dan bantuan lainnya yang belum tersalurkan. Padahal di seluruh provinsi Sinai Utara, EMS memiliki 40 gudang yang cukup besar. Di Al Arish sendiri, yang merupakan ibu kota Sinai Utara, EMS memiliki 25 gudang.
Dalam kesempatan itu Husham menyatakan, EMS juga telah menempuh berbagai cara untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui Gerbang Rafah. Namun karena hingga kini pintu perbatasan terdekat yang dijaga oleh otoritas Mesir itu belum juga dibuka EMS tidak masuk.
EMS juga berusaha masuk lewat pintu Kareem Abu Shaloom, yang berjarak sekitar empat kilometer dari Rafah. Namun jika melewati pintu yang dijaga super ketat oleh militer Israel itu EMS harus merelakan 50 persen bantuan yang dibawannya disalurkan melalui UNRWA (United Nations Relief and Work Agency), organisasi PBB yang mengurusi warga Palestina korban perang.
Husham tidak terlalu mempermasalahkan hal itu karena sebagian bantuan, terutama dalam bentuk makanan dan sebagian jenis obat-obatan harus sesegera mungkin disalurkan disebabkan alasan masa penggunaan yang terbatas (expired date).
"Daripada expire semua dan tidak bisa digunakan, lebih baik sebagian disalurkan melalui UNRWA. Toh mereka juga membantu warga Palestina di Gaza," jelas Husham.
Menurut Husham, UNRWA sendiri saat ini mengurusi sekitar 900 ribu warga Palestina yang menjadi korban penyerbuan Israel ke Jalur Gaza. Hal ini juga yang menjadi pertimbangan EMS mau menyalurkan sebagaian bantuan yang dikumpulkannya kepada UNRWA.
Sebelumnya Tim KNRP gelombang kedua bersama tim relawan Indonesia lainnya berhasil masuk ke Gaza dan langsung menyalurkan bantuan kepada warga Gaza. Tim dokter KNRP yang berasal dari BSMI ketika itu juga bisa bekerja membantu di rumah sakit-rumah sakit di Gaza. Tim kedua itu keluar Gaza pada 5 Ferbruari 2009 lalu. Kedatangan tim ketiga KNRP sedianya menggantikan tim kedua untuk menyalurkan bantuan dan membantu tenaga medis di Gaza.
Namun hingga kini, tim KNRP belum juga berhasil masuk Gaza. Selain tim KNRP, tim relawan dari berbagai negara di antaranya dari Turki, Malaysia, Jordan, dan Negara-negara lainnya, termasuk relawan dari Mesir sendiri kini menunggu untuk bisa masuk Gaza. (nov)