Eramuslim.com – Tudingan Presiden Joko Widodo bahwa konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi nasional dikritik. Argumentasi yang disampaikan tersebut harus diluruskan.
“Sikap Presiden Joko Widodo yang yang justru sekedar melihat pelemahan rupiah saat ini karena didominasi faktor eksternal, saya kira perlu diluruskan,” ujar ekonom muda, Dahnil Anzar Simanjuntak, (Rabu, 26/8) seperti dilansir Kantor Berita RMOL.
“Ini argumentasi paling konyol Jokowi,” sambung Dahnil.
Dia menjelaskan, pelemahan rupiah dan sulitnya ekonomi domestik saat ini justru karena fundamental ekonomi domestik kita tidak sehat. Bila fundamental ekonomi domestik sehat, kondisi ekonomi luar negeri tidak terlalu signifikan mempengaruhi ekonomi nasional.
Menurutnya, setidaknya ada tiga ciri fundamental ekonomi domestik yang tidak sehat.
“Pertama, basis ekonomi domestik kita, berbasis impor. Lebih dari 73 persen bahan baku industri kita impor, belum lagi mesin-mesin besar untuk industri hampir lebih 90 persen impor. Pangan kita juga demikian, masih tergantung dengan impor,” ungkap pengajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten ini.
Kedua, struktur neraca pembayaran kita selalu negatif di neraca jasa. Ini bukti ekonomi domestik kita lemah di sektor jasa. Belum lagi permasalahan fakta rendahnya ‘nilai tambah’ karena ekspor kita pun tergantung dengan ekspor komoditi.
“Ketiga, tergantung dengan investasi asing. Investasi asing dalam bentuk direct investment seperti bangun pabrik atau masuk ke industri-industri riil tidak ada masalah signifikan. Tetapi masalah besar justru ketika investasi asing yang masuk banyak yang ke bursa saham atau portofolio jangka pendek. Sehingga rentan terhadap migrasi besar-besar uang keluar Indonesia atau cash outflow yang dampaknya bagi pelemahan rupiah luar biasa,” beber Dahnil.
“Nah, ketiga kondisi fundamental ekonomi seperti itulah yang sesungguhnya jadi masalah utama ekonomi Indonesia saat ini, sehingga ketika rupiah melemah dampaknya luar biasa bagi ekonomi domestik,” tegasnya.
Lebih jauh Dahnil menjelaskan, sejatinya pelemahan mata uang tidak selalu menjadi masalah, justru bisa menjadi potensi. Yakni bisa melakukan ekspansi ekspor.
“Tapi apa mau dinyana kita kehilangan potensi itu karena mau ekspor tidak bisa selain ekonomi domestik nilai tambahnya rendah, produk yang selama ini dieksport justru bahan bakunya dari impor,” sambung Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Karena itu dia berkesimpulan, pelemahan rupiah selalu menjadi bencana buat Indonesia karena fundamental ekonomi domestik kita bermasalah. Sedangkan faktor eksternal itu hanya trigger saja.
Makanya, untuk menyelesaikan masalah pelemahan rupiah yang menjadi bencana buat Indonesia tersebut tidak bisa menyalahkan faktor eksternal, seperti karena devaluasi yuan (mata uang China), kebijakan penaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral AS) dan konflik dua Korea.
“Walaupun faktanya dua Korea sudah damai, nggak turun tuh rupiah,” sindirnya.
“Jadi, harusnya Presiden menginstruksikan pilihan-pilihan kebijakan jangka panjang untuk memperbaiki fundamental ekonomi domestik kita, tidak terus bersembunyi dibalik masalah eksternal,” demikian Dahnil Anzar Simanjuntak.(rd)