Jamaah haji tahun 1429 H/ tahun 2008 rencananya akan mendapatkan makanan tambahan usai melaksanakan wukuf, berada di Musdalifah dan usai melaksanakan jumroh di Mina.
"Pemberian makanan selama tiga kali di tanah suci itu merupakan komitmen pemerintah dalam meningkatkan pelayanan jamaah haji, " kata Menteri Agama M. Maftuh Basyuni di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/8).
Ia menjelaskan, semula jamaah Indonesia direncanakan akan diberi makan selama berada di Makkah, seperti yang dilakukan di Madinah, Arafah dan Mina (Armina). Namun setelah dibahas bersama Komisi VIII DPR, maka rencana itu dibatalkan karena berbagai pertimbangan.
Rencana pemberian makan tambahan akhirnya diputuskan selama jamaah berada di Muzdalifah, ketika melakukan mabit (bermalam), perjalanan dari Muzdalifah ke Mina dan usai melaksanakan jumroh.
Menag berharap rencana ini dapat terwujud ditahun ini, sebab untuk marealisasikan sangat tergantung pada kesiapan perizinan yang berlaku di negara tersebut.
Pemberian makanan tambahan itu tata caranya berbeda dengan pemberian makan di Armina. Tahun lalu jamaah Indonesia mendapat makan dengan cara disajikan secara prasmanan. Cara tersebut akan tetap dipertahankan pada tahun ini karena dinilai baik bagi jamaah haji.
Lebih lanjut Maftuh menjelaskan, makanan tambahan itu dalam bentuk kemasan kaleng dan tahan lama, sehingga kemungkinan basi dapat dihindari dan mudah dibawa bagi jamaah haji. "Di kalangan militer jenis makanan itu disebut T2, " katanya.
Sementara itu, Direktur Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji Depag Abdul Gafur Jawahir membenarkan bahwa pemberian makanan yang biasa dikonsumsi tentara dalam medan tempur tersebut, kini dalam proses perizinan dari pemerintah Arab Saudi.
"Ada beberapa hal yang harus diselesaikan menyangkut produksi jenis makanan T2 itu. Pengusaha di dalam negeri baru bisa memproduksi dalam jumlah besar, sekitar di atas 6000 kaleng, jika perizinan dari pengusaha dan instansi pemerintah setempat sudah beres. Harapannya ingin cepat beres, " ujarnya.
Pemberian makanan jenis T2, kata Gafur, sudah dilakukan beberapa negara Islam di Timur Tengah karena dinilai lebih efisien sehingga kesehatan jamaah haji tetap terjaga. Akan tetapi perizinannya masih digarap izinnya, terutama menyangkut uji laboratorium di negara tersebut. "Namun yang jelas, pada musim haji kali pertama ini akan direalisasikan, " tandasnya. (novel)