RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan mencegah dampak buruk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Karena akhir-akhir ini ada upaya menyalahgunakan Iptek untuk menyebarkan dan mengeksploitasi industri sex.
Anggota Pansus RUU APP dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) Rustam Tamburaka kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Rabu (19/7). Ia mengatakan F-Partai Golkar tetap menganggap RUU APP tetap dibutuhkan untuk kemajuan bangsa ini. Selain itu, dari hasil kajian Badan Legislasi DPR, undang-undang yang ada sekarang ini belum mampu melindungi anak-anak dari serangan eksploitasi industri dan bisnis tersebut.
"Contohnya handphone (telelpon selular) yang memiliki kamara digunakan untuk menyebarkan gambar-gambar dan video porno," katanya.
Ia menjelaskan, di Amerika Serikat saja yang dikenal ipteknya maju, di beberapa negara bagiannya memiliki sejumlah UU yang memproteksi anak-anak dari unsur-unsur pornografi dan pornoaksi.
Rustam juga menolak tudingan dari kalangan F-PDIP yang menganggap mekanisme pembahasan RUU APP tidak sesuai prosedur. “Itu sudah sesuai dengan mekanisme UU tersebut, karena sebenarnya pansus RUU APP sudah diajukan sejak pemerintahan Habibie, namun waktu itu belum keluar Amanat presidennya (ampres) dan belum ada menteri yang ditunjuk untuk mewakili pemerintah dalam pembuatan RUU APP tersebut. Tapi sekarang Ampresnya sudah keluarnya,” papar dia.
Sementara itu, Dewi Djakse dari F-PDIP secara lantang menolak RUU APP. Menurutnya, para pengambil kebijakan di DPR kurang paham dengan keragaman di Indonesia.
“Perjuangan untuk mempersatukan keberagaman visi dan kehendak dari berbagai kelompok suku bangsa yang memenuhi Nusantara ini, bukan pekerjaan mudah dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, “ ujar Dewi dalam peluncuran bukunya yang berjudul "RUU APP, Bukan Tiket ke Surga.” (dina)