Kemudian di tahun 2018, gejolak ekonomi terjadi di berbagai negara seperti krisis di Argentina dan Turki, tapi kondisi ekonomi negara-negara di Asia lebih kuat sehingga gejolak ini masih bisa terbedung.
Dijelaskan oleh Said Didu bahwa negara-negara di Asia mengalami depresiasi rata-rata 2 persen sedangkan Indonesia mengalami depresiasi yang cukup besar sekitar 7 persen.
Depresiasi yang cukup besar disbanding negara-negara di Asia ini karena banyak proyek strategis yang harus diseleseikan sehingga diperkirakan akan membutuhkan dolar.
“Bukan hanya itu, saat ini banyak utang Indonesia yang sudah jatuh tempo,” tambah Said Didu.
Said Didu juga menyarankan kepada pemerintah untuk tenang dan jangan memberi pernyataan yang tidak masuk akal, karena sekali salah bicara kepercayaan bisa runtuh dan pasar bisa bergejolak.
“Gejolak apa pun aman-aman saja, Bung Karno dulu jatuh karena beras, pak Harto dulu juga jatuh karena beras, jadi sekarang pangan ini agak stabil, nah sehingga perbedaannya itu, pada saat menghadapi kepanikan begini, pemerintah harus tenang dan jangan memberikan pernyataan yang tidak masuk akal.
Karena semua orang ada datanya di sini (menunjuk HP), sekali bicara, maka kepercayaan akan runtuh, pasar bisa bergejolak,” ujar Said Didu. (tn)