Komisi I DPR menolak Defend Cooperation Agreement (DCA) antara pemerintah RI dengan Singapura. Padahal penandatangan kerjasama (Memorandum of Understanding/MoU) luar negeri harus mendapat persetujuan dari DPR.
"Setiap perjanjian internasional, itu wajib hukumnya dapat persetujuan DPR. Karena itu pemerintah tak bisa menandatangani begitu saja DCA, " ujar anggota Komisi I Yuddy Chrisnandy kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/5).
Menurutnya, belum begitu jelas dan pasti keuntungan yang diperoleh oleh TNI dari MoU ini. Tidak hanya itu, warga yang ada di sekitar kepulauan Riau juga merasa terganggu dengan MoU ini. ‘Masyarakat Riau dan nelayan yang ada di sana akan terganggu oleh latihan TNI dan tentara Singapura, " katanya.
Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) itu menambahkan, karena secara prosedural MoU ini juga salah, maka Komisi I menolak DCA tersebut. "Suasana kebatinan Komisi I menolak, " tegasnya.
Oleh karena itu pula, pemerintah RI tidak boleh melanjutkan MoU Ektsradisi dengan Singapura. Pasalnya, kata Yuddy, , ratifikasai bisa dilanjutkan bila pemerintah melibatkan DPR.
Yuddy mengungkapkan, beberapa kali pihaknya minta penjelasan dari pemerintah mengenai isi DCA, tapi penjelasannya tak memuaskan. "Ada kesan MoU DCA ini disembunyikan, " katanya.
Sementara itu pengamat politik dari Sugeng Soerjadi Syndicate (SSS) Dr. Sukardi Rinakit menyatakan, DCA harus dipelajari dan dikaji lebih detail lagi. Sebab, dalam MoU ada hal-hal sensitif yang harus dihindari.
"Hal-hal sensitif itu harus diperhatikan. Misalnya, kita tidak tahu adanya pihak ketiga dalam implementasi DCA, apakah itu Israel, atau Amerika Serikat. Kalau Israel itu sensitif, " katanya. (dina)