Eramuslim.com – Rizal Ramlil memang suka membuat gebrakan dan bicaranya ceplas-ceplos. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli kali ini marah dengan penerapan sistem token pulsa listrik selama ini. Karena itu, ia meminta penerapan sistem token pulsa listrik dikaji lagi, terkait ketersediaan yang minim dan harga yang yang lebih mahal disebabkan adanya biaya administrasi.
Ia pun mengungkapkan, ada banyak keluarga yang masih memiliki anak yang harus belajar pukul 20.00 tapi pulsa listrik habis tiba-tiba dan kesulitan mencari pulsa tersebut. “Masalah kedua, saat mereka beli pulsa Rp100.000, listriknya hanya Rp73.000. Kejam sekali itu, 27 persen disedot oleh provider yang setengah mafia,” kata Rizal dalam rapat koordinasi tentang listrik di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (7/9).
Dibandingkan dengan pulsa telepon yang sudah tersedia di mana-mana dan biaya administrasi yang tidak mahal, tambahnya, pulsa listrik dinilai benar-benar telah dimonopoli.”Kalau pulsa telepon, kita beli Rp 100.000, kita bayar Rp 95.000, itu uang muka kita istilahnya,” ujarnya seperti dilansir pribuminews.
Rizal berpandangan, rakyat diwajibkan menggunakan token pulsa listrik karena ada monopoli di perusahaan listrik itu di masa lalu. Karena itu, Rizal meminta tidak boleh ada lagi monopoli sistem tarif listrik. Ia juga meminta agar biaya administrasi pulsa listrik maksimal hanya Rp 5.000 sehingga tidak memberatkan rakyat.
“Kami meminta, pertama, tidak boleh ada monopoli, jadi rakyat harus punya dua pilihan, yaitu mau ikut meteran atau pulsa. Kedua, kalau pulsa Rp 100.000, maksimal biaya adalah Rp 5.000 sehingga dia membayar listrik Rp 95.000. Kami memohon ini segera dilakukan,” kata Rizal.
Permintaan Rizal itu ditanggapi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basyir, yang mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa untuk pembelian listrik itu. Menurut Sofyan Basyir, masyarakat miskin yang membeli token pulsa listrik memang lebih banyak kena biaya administrasi ketimbang listriknya sendiri.
“Masyarakat yang miskin sekali ini, untuk bayar yang Rp 100.000, mereka bisa bayar dua tiga kali. Misalnya dia beli Rp 30.000, beli lagi Rp 20.000, sehingga kadang-kadang harga pulsa sendiri termakan dengan biaya administrasi,” ujarnya. Atas pertimbangan tersebut, Sofyan mengatakan pihaknya akan mengkaji penerapan sistem token pulsa listrik.
“Kami akan lakukan kajian dengan Menteri ESDM juga dan saya pikir ini hal yang sangat urgent untuk kami antisipasi. Beban masyarakat akan semakin lebih ringan,” ujarnya.(rd)