Eramuslim.com – Karena tidak ada pricing policy seperti di Jepang, Korea dan Taiwan maka kaum petani terus merugi. Kebijakan pemerintah yang terlalu liberal membuat kaum tani terus merugi, belum lagi perburuan rente sektor pangan yang makin menyengsarakan kaum tani dan menjauhkan Indonesia dari kemandirian pangan. Demikian pandangan tokoh nasional Rizal Ramli yang juga mantan Menko Perekonomian dan Menko Kemaritiman.
Masyarakat prihatin bahwa, meskipun Tuhan Yang Maha Kuasa beri berkah kekayaan alam yang luar biasa kepada Bangsa Indonesia, tapi karena pemerintah terlalu manut pada Bank Dunia, maka Indonesia era kini tidak punya strategi dalam memperkuat ketahanan pangan dan energi, juga dalam menyusun industri, termasuk industri pengolahan dan industri lainnya. Sehingga tidak ciptakan nilai tambah & kesejahteraan bagi Rakyat Indonesia yang mayoritas petani, nelayan dan kaum lemah/miskin lainnya.
Sementara itu, pengakuan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, tentang kebijakan impor beras memperkuat dugaan bahwa kebijakan pemerintah sudah didominasi kepentingan pengusaha.
Menteri Enggar mengakui impor beras 500 ribu ton bermula dari arahan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Diungkapkan Enggar, arahan JK terdengar dalam Rapat Koordinasi Terbatas pada 9 Januari 2018. Saat itu Wapres mengatakan, impor beras dapat dilakukan jika Cadangan Beras Pemerintah atau stok beras Badan Urusan Logistik (Bulog) di bawah 1 juta ton.
Merespons berita itu, ekonom senior yang juga mantan Kepala Bulog, Rizal Ramli, mengingatkan lagi istilah Peng-Peng yang diperkenalkannya semasa masih menjabat Menteri Kabinet Kerja.
“Itulah bahayanya Peng-Peng, penguasa sekaligus pengusaha,” kata Rizal.
yang mengingatkan publik pada sosok JK (Wapres) yang memiliki latar belakang saudagar besar. Istilah Peng-Peng diperkenalkan Rizal ke publik pada akhir tahun 2015 lalu, untuk menunjuk kelompok politisi yang menjadi penguasa dan pengusaha di saat bersamaan.