Di antara situs yang hancur total adalah Imam Asim yang menarik ribuan peziarah Uighur setiap tahun. Masjid dan bangunan lainnya telah dirobohkan dan hanya makam yang tersisa.
Seorang sejarawan Islam di Universitas Nottingham, Rian Thum menyebut gambar-gambar Imam Asim dalam reruntuhan sebagai sesuatu yang cukup mengejutkan.
“Tidak ada yang bisa mengatakan lebih jelas kepada orang Uighur bahwa Cina ingin mencabut budaya mereka dan memutuskan hubungan mereka dengan tanah dan menodai leluhur mereka, tempat suci yang menjadi pusat penting sejarah Uighur,” kata Thum.
Panel hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan tahun lalu, telah menerima laporan yang kredibel Cina menahan lebih dari satu juta etnis Uighur dan Muslim lainnya. Cina menyebut tempat itu sebagai pusat pelatihan kejuruan, yang bertujuan membendung ancaman ekstremisme Islam.
Aktivis menyatakan mempraktikkan agama Islam dilarang di beberapa bagian Cina. Orang-orang yang shalat, puasa, menumbuhkan jenggot, atau mengenakan jilbab menghadapi ancaman penangkapan.
Menurut Human Rights Watch, Cina menyimpan sebuah basis data sampel DNA, sidik jari, pemindaian iris mata, dan golongan darah semua penduduk antara usia 12 dan 16 tahun di Xinjiang. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet telah meminta akses ke Xinjiang untuk menyelidiki penahanan sewenang-wenang di wilayah tersebut. [ahm]