Revisi UU Perkawinan Harus Libatkan Elemen Masyarakat

Usaha pemerintah untuk merevisi PP No.45/1990 tentang izin perkawinan bagi PNS dan pejabat negara terus menuai protes dari masyarakat. Apalagi sampai memperketat poligami yang dibolehkan oleh agama. Karena itu berbagai kalangan menilai itu tidak perlu, namun DPR RI mengusulkan agar syarat-syarat itu diatur dalam revisi UU Perkawinan No. 1/1974 dan bukannya melalui Peraturan Pemerintah (PP), karena PP tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU.

“Di tengah polemik poligami, agar lebih elegan dan lebih kuat kita mengusulkan perlunya perluasan syarat-syarat poligami itu diatur dalam revisi UU dan bukannya melalui peraturan pemerintah (PP)," ujar Ketua DPR RI Agung Laksono kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Kamis (7/12).

Ia menambahkan, melalui revisi UU Perkawinan, maka semua kelompok masyarakat dapat memberikan masukan. "Dengan revisi UU No. 1/1974 tentang perkawinan maka akan secara formal revisi itu melibatkan seluruh elemen masyarakat. Sementara kalau hanya PP saja yang akan diubah bisa bertentangan dengan UU," saran Agung.

Seperti diketahui, PP No.45/1990 itu revisi dari PP No. 10 Tahun 1983 tentang perkawinan. Mestinya, kata Agung, pemerintah konsisten untuk menerapkan PP No. 45/1990 dan PP No.10/1983 tentang perkawinan. Karena itu, kalaupun berencana memperluas syarat-syarat poligami yang juga berlaku bagi masyarakat umum sebaiknya melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Sementara itu Ketua Umum Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia (KPPI) DPR RI Gevarina Djohan menyatakan untuk masalah poligami ini pihaknya mendukung pemerintah untuk merevisi UU No.45/1990 itu untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan. (dina)