Apalagi, parameter kesopanan di setiap wilayah berbeda karena beragamnya budaya Indonesia.
“Sopan itu ukuran yang absurd, berbeda-beda pada setiap kebudayaan. Buat sebagian besar Jawa, bicara dengan intonasi tinggi, suara keras, tidak sopan. Tapi beberapa kebudayaan lain biasa saja,” jelasnya.
Oleh karenanya, Asfinawati mengkhawatirkan kritik terhadap pemerintah yang diukur memakai pemaknaan sopan santun berpotensi sebagai alat kriminalisasi.
“Bisa (berpotensi pemidanaan). Kan presiden bilang begini (boleh mengkritik), tapi (sopan). Nah di sinilah kenapa kami protes terhadap (pasal) penghinaan presiden,” ucapnya.
Seperti pemberitaan sebelumnya, Presiden Jokowi mengakui tidak mempersoalkan kritik BEM UI yang menyebutnya sebagai King of Lip Service.
Tapi, Jokowi menegaskan kritik harus disampaikan secara santun.
“Ada yang menyampaikan the King of Lip Service. Ya saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa,” ujar Jokowi, Selasa (29/6).
Kendati demikian, Jokowi mengingatkan Indonesia memiliki budaya tata krama dan kesopansantunan.
“Tapi juga ingat, kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunannya,” ucap dia. []