Rencana pemerintah untuk menegosiasikan pinjaman sebesar USD 1,2 miliar dari Bank Dunia untuk membiayai program dan proyek infrastruktur dinilai sebagai bentuk ketidakmampuan pemerintah menarik investor.
Anggota Komisi XI Rama Pratama menilai rencana pemerintah adalah bukti bahwa pemerintah gagal menarik investor. “Belum ada kemajuan yang siginifikan dari upaya pemerintah menarik investor di Indonesia,” ujar Rama, yang juga mantan aktivis 1998 kepada pers di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (12/4).
Menurutnya, negosiasi itu harus mendapat persetujuan dari DPR. “Semua pinjaman saat ini harus atas persetujuan Dewan sebelum pemerintah melakukan negosiasi,” sambungnya.
Dijelaskannya, pemerintah, dalam hal ini Meneng PPN/Kepala Bappenas perlu membuat proposal yang disampaikan ke DPR untuk dibahas bersama apakah pinjaman itu layak atau tidak.
Ia menambahkan, selama ini pinjaman dari Bank Dunia biasanya dalam bentuk program, bukan proyek-proyek. Oleh karena itu dirinya mempertanyakan rencana pinjaman pemerintah itu yang konon untuk membiayai sejumlah proyek pembangunan infrastruktur. “Yang jelas kita pesimis dengan pinjaman-pinjaman itu. Setahu saya pinjaman Bank Dunia bukan untuk proyek,” katanya.
Selain itu Rama, yang juga politisi PKS asal DKI mengingatkan, bahwa pinjaman itu nantinya kurang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. ”Itu jadi main-mainan saja, tak jelas akselerasinya untuk pertumbuhan ekonomi,” sambung dia.
Parahnya lagi, sambung Rama, biaya untuk konsultan pinjaman Bank Dunia ini bisa mencapai 30-40% dari pinjaman yang diterima. Makanya tujuan dari pinjaman ini harus betul-betul dicermati. “Model-model pinjaman seperti ini harus kita waspadai. Sebab, itu bukan untuk biaya menuntaskan kemiskinan,” tegasnya.
Seperti diketahui rencana pemerintah itu diungkapkan Menneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta usai bertemu dengan Presiden Bank Dunia, Paul Wolfowitz di Gedung Depkeu Jakarta, Selasa (11/4). (dina)