Reklamasi Jalan Terus, Jokowi Tidak Ada Wibawanya Di Mata Para Cukong

jokowi-jenderal-2-1-1-1
Yang seperti ini apakah berwibawa? Nilai saja sendiri…

Eramuslim.com – Meski pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan moratorium terhadap proyek reklamasi Teluk Jakar­ta, kenyataannya kegiatan reklamasi tersebut masih berlangsung.

Koalisi sipil selamatkan Teluk Jakarta mendesak pemerintah tegas dalam menerapkan kebi­jakan. Apalagi sudah terbukti proyek reklamasi sarat korupsi, merusak lingkungan, merugikan nelayan dan masyarakat pesisir Jakarta.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), M Riza Damanik ke­cewa lantaran pasca moratorium, ternyata reklamasi Teluk Jakarta masih tetap belangsung. “Dalam situasi ini, perluasan kerusakan lingkunganakan terus terja­di,” katanya dalam jumpa pers di Kantor KNTI, Jalan Yusuf Adiwinata, Jakarta.

Dia mengungkapkan, saat ini perairan Banten sudah ru­sak akibat penambangan pasir untuk proyek reklamasi Teluk Jakarta. Tidak tertutup ke­mungkinan sejumlah wilayah akan mengalami kerusakan serupa bila penambangan pasir terus dilakukan.

“Pembangunan pulau di Teluk Jakarta dan Great Sea Wall tidak sesuai dengan Nawacita dan janji Presiden Jokowi untuk me­mulihkan ekonomi masyarakat Indonesia,” kritiknya.

Riza menerangkan, alasan pemerintah melakukan rekla­masi untuk mencegah banjir di Jakarta tidak masuk akal. Banjir di Jakarta disebabkan oleh penu­runan permukaan tanah, bukan kenaikan permukaan air laut.

“Pemagaran Teluk Jakarta agar tidak banjir bertabrakan dengan logika, banjir dapat diantisipasi dengan menghentikan pengisa­pan air tanah yang semakin tidak terkendali,” sebutnya.

Reklamasi, lanjut Riza, telah terbukti menyebabkan kerusa­kan lingkungan, pemiskinan nelayan dan masyarakat pesisir. Pihaknya berharap pemerintah segera mengaudit kepatuhan perusahaan yang mendapat konsesi reklamasi. “Evaluasi se­luruh kegiatan proyek tersebut, kalau perlu segel dan cabut ijin perusahaan tersebut,” ujarnya.

KNTIjuga meminta presiden segera mengeluarkan Inpres soal moratorium reklamasi di seluruh Indonesia yang isinya penghentian kegiatan reklamasi di seluruh Indonesia.

Pemerintah juga perlu mem­perjelas status hukum dan sanksi terhadap pelaku usaha, pemerin­tah daerah, dan aparatur negara yang melakukan kesewenangan untuk meloloskan proyek re­klamasi di 30 kabupaten/kota di Indonesia.

“Dalam wujudkan konsep poros maritim, pemerintah harus membangun pesisir dan pulau-pulau kecil dengan berbasis pada kearifan lokal,” tandasnya.

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea menye­butkan, sampai saat ini belum ada ruang partisipasi masyarakat terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta. “Tidak ada ruang par­tisipasi publik, tidak ada keter­bukaan, dan moratorium belum tentu menjamin kehidupan ne­layan dan masyarakat di Teluk Jakarta,” katanya.

Dia menegaskan, jangan sam­pai moratorium yang diterbitkan pemerintah malah menjadi up­aya untuk menghentikan gera­kan rakyat menolak reklamasi. Pihaknya berharap, selama mor­atorium proses hukum terhadap pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta terus berjalan.

“Pemerintah jangan semakin memperparah kehidupan ne­layan dan kondisi lingkungan yang sudah terdampak rekla­masi,” ujarnya.

Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, mengatakan dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, pemerintah seperti ka­lah dari korporasi. “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kan­tornya tidak sampai 1 kilo­meter dari Istana Negara bisa menunjukkan pembangkangan terhadap moratorium reklamasi, bisa dibayangkan bagaimana proyek-proyek reklamasi yang jauh dari pusat,” ucapnya.

Menurutnya, proyek reklamasi bertentangan dengan janji Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran. Apalagi saat berkampanye menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi menjanjika Jakarta baru yang ramah ling­kungan dan ramah bagi orang miskin.

“Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta sudah direncanakan sejak terbitnya Keppres no. 52 tahun 1995, jadi apanya yang Jakarta Baru, jika pemerintah saat ini cuma melanjutkan proyek jaman orde baru,” kecamnya.

Chalid meminta agar diadakan debat publik terkait kelanjutan proyek reklamasi ini agar semua masukan khususnya dari publik dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah. Selain itu, para pelaku perusak lingkungan harus diseret ke pengadilan. “Pemerintag pusat tidak bisa sendirian dalam mengambil keputusan terkait re­klamasi ini, ayo buka partisipasi publik,” tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, meneka­nkan semua pihak khususnya para pengembang harus mengi­kuti kesepakatan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk menghentikan segala kegiatan pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Hal tersebut dinyatakannya seusai memantau langsung kondisi Pulau C dan D sebagai salah satu pulau hasil reklamasi pada Rabu (4/5).

Menurut Rizal, pengembang harus mematuhi kesepakatan moratorium yang diputuskan oleh pemerintah pada April lalu. “Semuanya harus sepakat mora­torium, kalau tidak tangan saya sudah gatal sama (pengembang) yang bandel,” tegasnya.(ts/rmol)