Rekam Jejak AM Fatwa “Si Pejuang Kebenaran”

Pada 1964 — AM. Fatwa pernah menjadi Anggota Front Nasional (20 Oktober 1964), ikut menandatangani deklarasinya, mewakili Pelajar Islam Indonesia (PII).

Pada 1970 — AM. Fatwa lulus menjadi sarjana di Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan Universitas 17 Agustus (Untag). Dan di tahun itulah, Fatwa membantu Gubernur Ali Sadikin, Kepala Sub Direktorat Pembinaan Masyarakat Direktorat Politik Pemda DKI Jakarta/Staf Khusus untuk masalah-masalah agama dan politik Gubernur Ali Sadikin.

Pada 1976 — AM. Fatwa pernah menjabat Ketua Bidang Pembinaan Rohani Golkar DKI.

Pada 1977 — Sempat ditahan selama 9 bulan oleh Orde Baru, ketika sebagai Mubalig peringatan 1 Muharram karena menyerang Aliran Kebatinan.

Pada 1979 — Diberhentikan sebagai pegawai DKI dengan tidak hormat. Ia dituduh telah melanggar sumpah jabatan dan menghasut masyarakat untuk tidak percaya pada pemerintah.

Pada 1980 — Ikut dalam bagian penandatangan Petisi 50, ‘Ungkapan Keprihatinan’ melawan Orde Baru. AM. Fatwa menandatangani Petisi 50 ini bersama para tokoh terkemuka Indonesia, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin dan mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir.

Pada 1984 — AM. Fatwa terkait Lembaran Putih Peristiwa Tanjung Priok dan khutbah-khutbah politiknya yang kritis terhadap Orde Baru, ia dijebloskan ke penjara atas tuduhan subversif, dengan hukuman 18 tahun penjara. Sejak saat itu, ia berpindah pindah tahanan, mulai dari Rumah Tahanan Militer (RTM) Guntur, kemudian dipindahkan ke RTM Cimanggis. Saat kasusnya ditangani pengadilan, ia dititipkan ke Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Setelah itu “pengembaraannya” dilanjutkan ke LP Cipinang tahun 1985-1987, ke LP Cirebon (1987), LP Sukamiskin (1988), LP Bogor (1989-1992), kemudian kembaki ke LP Cipinang.