Kontroversi tentang Perda-perda yang bernuansa Syariah Islam sebaiknya dihentikan, untuk mengetahui apakah perda-perda itu layak diberlakukan di masyarakat harus terlebih dahulu dilakukan uji materil oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut disampaikan oleh Staf Ahli Mahkamah Konstitusi Refly Harun dalam Diskusi Panel ‘Konteroversi Wewenang DPD’, di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (29/6).
"Sebaiknya Departemen Dalam Negeri tidak mencabut perda-perda yang bernuansa syariah itu, karena kewenangan pengujian ada pada Mahkamah Konstitusi," katanya.
Menurutnya, untuk menghormati konsep otonomi daerah yang sudah diterapkan, sebaiknya pemerintah pusat menghindari kesan mengintervensi kebijakan yang dikeluarkan oleh daerah.
"Untuk menghindari bias politik antara pusat dan daerah, judicial review dapat melihat seluruh makna yang dikandung dalam peraturan daerah," jelasnya.
Lebih lanjut Refly mengatakan, infrastruktur dalam Mahkamah Konstitusi telah tersedia untuk melakukan pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Sebelumnya 56 Anggota DPRRI juga mengajukan Surat Pernyataan Penolakan terhadap perda-perda yang bernuansa syariat karena dinilai merupakan pintu masuk pemberlakuan hukum Islam, sehingga memunculkan kelompok kontra memorandum yang terdiri lebih dari seratus anggota DPR RI yang mengecam penolakan itu.(nofel)