Terkait hal itu, Refly lantas kembali mengungkit revisi undang-undang KPK, 2019 lalu.
Menurut dia, tak ada satupun pakar setuju dengan kebijakan yang disebutnya buruk itu.
“Saya contohkan kebijakan yang buruk itu misalnya kebijakan revisi undang-undang KPK,” ujar Refly.
“Tidak ada pakar hukum yang mengatakan revisi undang-undang KPK itu tidak memerlemah KPK dan pemberantasan korupsi.”
Lebih lanjut, Refly membeberkan sejumlah risiko yang menghadang para aktivis saat menyampaikan kritikannya terhadap pemerintah.
Secara blak-blakan, ia menyebut banyak aktivis yang kini beralih menjadi bagian dari pemerintahan.
“Tapi kita tahu semakin kita menyerang maka semakin kita akan diserang,” ucap Refly.
“Bahkan kadang-kadang yang menyedihkan menurut saya adalah aktivis-aktivis society, aktivis-aktivis pro demokrasi dan anti-korupsi yang dulu sangat keras meneriakkan perjuangan anti-korupsi.”
“Justru menjadi bagian dari mereka yang justru ingin membungkam pengkritik,” sambungnya.
Lantas, Refly mengungkap persoalan besar yang melanda demokrasi di Indonesia.
Ia menilai, banyak penguasa di negeri ini yang justru melawan akal sehat rakyat saat mengkritik pemerintah. (Tn)