Ratusan Senjata di Rumah Brigjen Koesmayadi Illegal

Senjata yang ditemukan di rumah almarhum Brigjen TNI Koesmayadi ternyata tidak hanya 146 tetapi lebih dari 180 buah dengan berbagai jenisnya. Parahnya lagi pembelian senjata-senjata itu dilakukan secara illegal.

“Hampir dua ratus dan itu ditemukan tidak hanya di rumahnya jalan Pangandaran tetapi juga di rumah Cibubur. Dari informasi Kepala BIN (Badan Intelejen Negara, red) senjata illegal itu berasal dari Singapura,” ujar anggota Komisi I DPR Effendy Choiri di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Kepala BIN, Syamsir Siregar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa(4/7).

Choirie menyarankan, dengan adanya informasi dari Kepala BIN tersebut Komisi I untuk perlu menggelar rapat lanjutan dengan memanggil sejumlah petinggi TNI termasuk yang mantan-mantan petinggi. “Tanggal 10 nanti kan rapat dengan Menhan dan Panglima TNI, dari situ nanti kita kembangkan untuk panggil Kasad, Pangkostrad dan mantannya serta atase pertahanan RI di Singapura,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi I Yuddy Crisnandi menjelaskan, dari pernyataan Kepala BIN disebutkan bahwa senjata-senjata itu illegal sehingga tidak tercatat dan tidak dibiayai dengan APBN.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, ada kontradiksi antara keterangan Kasad dan Kepala BIN terkait dengan temuan senjata tersebut. Kalau Kasad menyebutkan senjata itu baru dan belum pernah digunakan tetapi disimpan di tempat yang bukan semestinya.

“Tapi berdasarkan keterangan Kepala BIN, senjata-senjata itu pernah digunakan dalam satu operasi di Aceh. Karena itu Komisi I memang harus membuat Panja untuk memperjelas masalah ini siapa sebenarnya yang benar.”

Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga berpendapat, semua proses melalui DPR masih menunggu hasil pertemuan dengan Menhan dan Panglima TNI Senin mendatang.

“Dari pertemuan itu, nanti kita akan menentukan langkah-langkah berikutnya baik terhadap penyelidikan yang dilakukan jajaran TNI maupun yang akan dilakukan Komisi I,” ucapnya. “Jadi intinya kita akan dengar dulu laporan Menhan, Panglima TNI dan jajarannya.”

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga tersebut berjalan tertutup sehingga puluhan wartawan tidak bisa memantau secara langsung. Hanya saja beberapa anggota DPR yang sesekali ke luar ruangan bersedia memberi informasi tentang apa yang terungkap dalam rapat. (dina)