RAPBN 2007 Berisiko pada Iklim Investasi

Ketua Panitia Anggaran DPR, Emir Moeis menilai pengajuan anggaran dalam RAPBN 2007 sebesar Rp 713 triliun merupakan kenaikan signifikan dibanding APBN 2004 yang hanya sekitar Rp 374 triliun.

Emir Moeis kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/8) mengatakan, kenaikan itu didasarkan penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBK), dan pembiayaan defisit. Kenaikan itu ekspansif sehingga harus dipertimbangkan risiko-risiko yang akan ditimbulkannya. Misalnya, risiko pada penerimaan pajak yang harus digenjot akan berdampak pada buruknya iklim investasi dan perdagangan, masih rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan BBM yang melangit, tingginya defisit anggaran yang berdampak pada meningkatnya biaya obligasi yang akhirnya akan membebani APBN 2007.

“Kalau dibandingkan dengan APBN 2005 dan 2006 ternyata pemerintah tidak mampu memaksimalkan anggaran sehingga mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi, rendahnya konsumsi masyarakat, meningkatnya jumlah pengangguran, dan orang miskin. Contohnya pada triwulan I tahun 2004 pertumbuhan ekonomi hanya 4,4%, triwulan I 2005 5,6%, dan triwulan I 2006 sebesar 4,7% dan perkiraan realisasinya hanya 5,5%,” kata Emir Moeis.

Sedangkan inflasi tahun 2005 mencapai hingga 17,1% dan triwulan II 15,5%. Hal itu terjadi diiringi dengan meningkatnya jumlah pengangguran pada tahun 2005 sebanyak 25,5 juta, dan tahun 2006 lebih dari 11,4 juta. Penduduk miskin tahun 2005 bertambah menjadi 40 juta jiwa dan lain-lain.

Berdasarkan hal tersebut, menurut Emir Moeis, RAPBN 2007 formulasi dan implemnetasi anggarannya harus tertuang dalam target/indikator yang jelas dan terukur dalam rangka mengalokasikan dan mendistribusikan sumber daya serta menciptakan stabilitas ekonomi sesuai dengan prinsip anggaran kinerja seperti yang diamanatkan dalam UU No.17/2003 tentang keuangan negara. (dina)