Eramuslim.com – Dalam putusan yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, MK menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.
Pasal 222 UU 7/2017 mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Dicantumkan, bahwa partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
Putusan MK yang dibacakan di Gedung MK, Kamis (11/01) itu memunculkan polemik.
Pengamat politik Syamsuddin Haris menilai putusan uji materi yang diajukan Partai Idaman itu tidak tepat dan tidak masuk akal. Pasalnya, presidential threshold (PT) menggunakan ambang batas hasil Pemilu 2014 yang sudah kadaluwarsa.
“Keputusan @MK_RI ini menurut saya tidak tepat dan tidak masuk akal karena gunakan hasil Pemilu 2014 yang sudah kadaluwarsa sebagai basis ambang batas pencalonan presiden,” tegas Syamsuddin Haris di akun Twitter @sy_haris.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon turut menyayangkan putusan MK itu. Fadli menilai, putusan MK atas Pasal 222 itu tidak rasional bila harus diimplementasikan dalam Pemilu 2019 yang berlangsung serentak antara Pemilu Presiden dengan Pemilu Legislatif.
“Ya tentu kalau dari kami Gerindra menyayangkan ya putusan MK, ini tidak rasional,” kata Fadli seperti dikutip okezone (11/01).
Menurut Fadli, ambang batas pada Pemilu 2019 tidak perlu diberlakukan dan sulit diterima akal sehat karena menggunakan hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014.(kl/ito)