Putra Pramono Anung Jadi Calon Tunggal, Masyarakat: Ini Sudah Kebablasan

“Mending satu atau dua direpresentasikan dinamika di masyarakat diakomodasi partai. Ini tidak. Kekuatan beberapa kelompok saja yang tentukan dan publik disuruh memilih. Diborong semua rekomendasi. Publik disuguhkan itu, tidak ada pilihan lain,” tukas Taufik.

Kendati tidak bisa dikatakan politik dinasti di Pilkada 2020 ini, karena di Pilkada 2020 ini tidak ditentukan oleh salah satu keluarga yang kuasai politik (Kabupaten Kediri selama 20 tahun dipimpin suami istri), cara pandang atau frame politik di Kabupaten Kediri selama ini diserahkan ke elite politik dan hal ini telah berjalan lama.

Menurut dia, hal ini tentu nya menjadi evaluasi bahwa civil society dan partai politik tidak berdaya menghadapi format politik yang sifatnya top down.

Pilkada ini tentunya menjadi tantangan bagi masyarakat. Di pilkada ini wajah demokrasi dinilainya memprihatinkan, karena tidak ada pendidikan politik. Bahwa masyarakat dilatih untuk menyampaikan aspirasinya tidak ada. Fungsi partai hanya sebagai bagian dari pendidikan politik pun tidak jalan.

Ia juga mengevaluasi sebenarnya warga Kediri dan umumnya masyarakat Jawa, terlebih di Mataraman sangat menghormati kedudukan seseorang entah yang punya jenjang kebih ataupun yang sudah sepuh. Masyakat yang kental dengan budaya Jawa ini dimanfaatkan, memberikan ruang para penguasa untuk melanggengkan kekuasaan.

Masyarakat di Kediri cara pandangnya selama ini juga percaya pada jabatan. Hal ini lalu dikapitalisasi, dipertahankan terus sampai pilkada langsung pun tidak ada calonnya.

“Ini sudah keblablasan menurut saya. Kecuali dinamika masyarakat, silakan, karena kedaulatan di tangan mereka. Ini kan di dalam kekuatan elite politik saja yang terjadi,” ujar Taufik Al Amin.

Namun, bagaimana dengan kotak kosong di Pilkada Kabupaten Kediri. Hal itu masih belum bisa ditentukan.

Jalur perseorangan kini sudah ditutup dan tidak ada pasangan yang mendaftar. Pun jika hendak maju lewat partai kursi yang tersedia masih kurang. Pasangan Dhito-Dewi telah memborong rekomendasi dari partai.

Rekomendasi dari jalur partai politik kini hanya menyisakan enam kursi parlemen yakni dari Partai Demokrat dengan kepemilikan tiga kursi parlemen, PPP dengan dua kursi parlemen dan PKS dengan satu kursi parlemen. Kursi di legislatif ada 50, padahal minimal dukungan 10 kursi.

Buntut dari kekecewaan warga tersebut, gaung untuk memenangkan kotak kosong di Kabupaten Kediri nyaring terdengar. Hal itu sebagai ungkapan kekecewaan karena fenomena calon tunggal tersebut.

Sony Sumarsono, salah seorang warga Kediri mengatakan fenomena calon tunggal tersebut disebutnya kemunduran demokrasi. Padahal, masih banyak calon yang berpotensi besar bisa membangun Kabupaten Kediri.

“Sangat disayangkan, padahal saat penjaringan calon di tingkat partai banyak yang bermunculan,” ujar Sony yang juga ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) Garda Depan Penegak Demokrasi (Gada Paksi) Kediri ini.

Bukan hanya Sony yang mengaku kecewa, melainkan banyak warga Kabupaten Kediri lainnya yang juga menyayangkan. Bahkan, sejumlah partai politik peserta Pemilu 2019 yang tidak mendapatkan kursi di legislatif juga menolak calon tunggal. Bahkan, mereka mendukung gerakan memenangkan kotak kosong.[]