Bagi Lutfi, Dhito memberikan harapan untuk perbaikan Kabupaten Kediri ke depan. Menurut dia, hal itu sesuai dengan perjuangan partai nya yang ingin perbaikan pemerintahan.
“Kami dukung Dhito. Ia masih muda, responsif, dan cocok untuk Kabupaten Kediri ke depan. Dhito juga visioner dan saya melihat pandangannya ke depan juga bagus,” ucap Lutfi saat dikonfirmasi belum lama ini.
Selain itu, ia juga berharap ke depan pemerintahan Dhito akan lebih tertata. Selama ini, Kabupaten Kediri mendapatkan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) cukup besar, di atas Rp500 miliar.
Ia juga ingin reformasi pelayanan publik di Kabupaten Kediri menjadi lebih baik. Dengan itu, masyarakat akan lebih mudah mengakses berbagai macam pelayanan publik.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kediri Dodi Purwanto menambahkan DPP PDIP telah memutuskan rekomendasi untuk pasangan bakal calon Dhito dan Dewi Mariya Ulfa di Pilkada 2020. Untuk itu, seluruh kader juga harus mematuhi rekomendasi dan all out memenangkan pasangan itu.
“Kami harapkan semua lini bergerak untuk kemenangan masyarakat Kabupaten Kediri,” kata Dodi Purwanto yang juga ketua DPRD Kabupaten Kediri ini.
Masyarakat kecewa
Fenomena calon tunggal saat pilkada nyata nya tidak bisa diterima oleh semua warga. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Kediri Corruption Watch (KCW) Muhammad Karim Amirullah.
Ia berharap saat pilkada nantinya partai politik akan berlomba memunculkan figur yang dinilai mampu memimpin Kabupaten Kediri. Nyata nya, harapan itu pupus setelah partai politik hanya memunculkan pasangan Dhito-Dewi.
Padahal, partai politik di Kabupaten Kediri telah berlomba-lomba menyelenggarakan konvensi. Beberapa kader yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas juga muncul.
Kebijakan partai politik di luar ekspektasi. Bakal calon yang dinilai kuat justru tersingkir dan yang dinilai kurang memahami aspek politik di Kabupaten Kediri justru jadi figur yang dicalonkan.
“Malah dapat calon yang kemudian ‘tidak pernah aktif, bukan aktivis, kurang memahami aspek politis’ menjadi calon. Ini yang saya katakan sesuatu yang memprihatinkan di Kabupaten Kediri,” katanya dengan kecewa.
Muhammad Karim menyayangkan kebijakan partai politik tersebut. Dirinya menilai hal itu diputuskan partai karena hanya bersifat kepentingan dan bukan esensial dari negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan Pancasila.
Kekecewaan juga diungkapkan oleh pengamat politik di Kediri, Taufik Al Amin. Ia menyesalkan sikap partai politik di Kabupaten Kediri yang modelnya seperti dikuasai para elite partai.
Dicontohkan, banyak nama-nama yang muncul ke publik, namun nyata nya tidak diproses. Disebutnya, partai tidak memiliki komitmen guna menjaring nama di masyarakat, terlepas nantinya bakal dipilih oleh rakyat atau tidak.
Hingga akhirnya hanya satu nama. Itu pun merupakan proses internal partai sendiri yang tidak melibatkan publik.
“Kita lihat nama itu entah Mas Dhito atau Mbak Dewi belum terjaring di publik,” kata dia kecewa.
Dosen IAIN Kediri tersebut juga menambahkan dengan belum terjaring nya itu memantik kekecewaan untuk tidak adanya hubungan yang semestinya bagian dari infrastruktur politik yang proaktif terhadap aspirasi masyarakat.
Disebutnya, yang terjadi saat ini adalah pembicaraan melalui perebutan kekuasaan yang menguntungkan partai. Publik yang menjadi penonton tidak tahu beritanya termasuk akhirnya bagaimana.
Menurut dia, kondisi di Kabupaten Kediri tidak sehat, karena demokrasi dari masyarakat. Seharusnya, masyarakat yang memberikan suara, menjaring nama. Kemudian partai mengolah semua itu. Namun, yang terjadi kini yang ditentukan partai disuguhkan ke publik.
Masyarakat tidak paham apa yang terjadi dalam proses internal partai, sehingga terputus antara publik dan partai tidak tersambung.