Eramuslim – Pelajar Indonesia cenderung memiliki pandangan keagamaan intoleran dan radikal. Kesimpulan didapat berdasarkan hasil riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta terhadap 2.181 muslim dari 34 provinsi se-indonesia sepanjang 1 September – 7 Oktober 2017.
Sampel terdiri dari 1.522 siswa, 337 mahasiswa, 264 guru dan 58 dosen Pendidikan Agama Islam (PAI).
Dari aspek opini, sebanyak 58,5 persen pelajar Indonesia beropini radikal, 51,1 persen memiliki intoleransi internal umat Islam dan 34,3 persen memiliki intoleransi eksternal antarumat beragama, tulis PPIM dalam hasil surveinya.
Dari aspek aksi, secara umum pelajar Indonesia cenderung bersikap moderat atau toleran. Buktinya, pelajar yang masuk kategori radikal hanya 7 persen. Sedang siswa beraksi intoleransi eksternal 17,3 persen namun aksi intoleransi internal sebanyak 34,1 persen.
“Sikap radikalisme dan ekstremisme atas nama agama masih terjadi di Indonesia,” ungkap peneliti PPIM Yunita Faela Nisa pada Rabu (9/11) di Jakarta.
Dua aspek ini berkebalikan pada pengajar. Dari aspek opini, guru atau dosen cenderung memiliki persepsi keagamaan moderat. Hal itu tampak pada jumlah opini radikal hanya 23 persen, sementara opini intoleransi internal 33,9 persen dan intoleransi eksternal 29,2 persen.
Sedang dari aspek aksi justru tinggi. Pengajar memiliki kecenderungan berperilaku intoleransi internal 69,3 persen, radikal 8,4 persen dan toleransi eksternal 24,2 persen.