“Sebab, ada komisi 20-30 dolar per ton. Transaksinya di luar negeri, ‘account’ bank juga berada di luar negeri. Tetapi Kementan (kementerian pertanian), selalu bilang produksi lebih dari cukup. Sebab ini terkait dengan prestasi mereka. Faktanya angka yang benar itu di tengah,” kata Rizal Ramli.
“Saya bingung di mana posisi Kemenko Perekonomian sekarang dalam menentukan data ini,” tambah dia.
Dalam sejarahnya, Rizal melanjutkan, uang paling mudah didapat dari komisi impor komoditi. Jadi duitnya, gampang kalau main di beras, kedelai, gula, daging dan lain-lain. Dia pun heran, ada rapat kebijakan harus impor beras dalam 2-3 hari ini. Sebab, sebentar lagi kan mau panen.
“Stok di gudang Bulog memang 900 ribu ton, tapi itu cukup untuk dua bulan lagi. Panen kan sebentar lagi, Februari Maret, dan Bulog bisa beli,” tutur Rizal.
Hanya masalahnya, Bulog sekarang pasif. Pada saat panen, tidak beli beras. Padahal, kata Rizal, seharusnya Bulog tahu berapa banyak beras yang harus dibeli.
“Saya tidak tahu ini sengaja atau tidak. Meski, memang Bulog sekarang beda dengan dulu yang tak ada bunga kredit, turun langsung dari likuiditas Bank Indonesia. Dan itu tidak bener ini, ini kan sektor strategis,” ujarnya.(kl/sw)