Lemahnya kondisi penegakan hukum dan pemerintah pada awal pelaksanaan era reformasi di tahun 1998, dimanfaatkan oleh sekelompok mafia, yang tediri dari LSM-LSM komparador untuk berupaya merusak negara melalui cara sistematis dengan menyebarkan berbagai macam kemungkaran. Hal itulah yang mendorong para ulama, habaib, dan kyai begitu antusias untuk mendirikan suatu organisasi amar ma’ruf nahyi mungkar.
"Jadi mereka dalam setiap pertemuan mendiskusikan, bagaimana nih kita kayaknya sudah perlu untuk membuat semacam kekuatan umat, menghimpun kekuatan umat untuk amar ma’ruf nahyi mungkar, membentengi umat dari kehancuran. Kalau begini saja, negara tidak memperhatikan umat akan hancur, siapa yang bertanggung jawab padahal kita masih mempunyai kekuatan, " papar Sekjen FPI Sobri Lubis kepad Eramuslim, mencontohkan kekhwatiran yang dirasakan para pemimpin umat ketika itu.
Organisasi yang bernama Front Pembela Islam itu pun dideklarasikan oleh Habib Rizieq Shihab, Habib Idrus Jamalullail, Kyai Misbach, dan beberapa ulama lain, yang semuanya biasa hadir sebagai mubaligh di atas mimbar-mimbar dakwah.
Akhirnya pada suatu malam, pada tanggal 17 Agustus 1998, sepakat untuk berkumpul di Pondok Pesantren Al-Umm, didaerah Kampung Utan-Ciputat, kediamanan KH. Misbachul Anam yang merupakan Sekjen FPI pertama untuk mendeklarasikan pendirian Front Pembela Islam (FPI).
"Di situ datang semua para mubaligh, aktivis dakwah, mendeklarasikan FPI. Jadi sejak deklarasi dulu, namanya FPI, itu karena ketika itu kondisi umat Islam berbahaya. Dari segi namanya FPI, kita gak main-main. Dalam kondisi waktu itu, " tutur Ustad Sobri.
FPI yang ketika didirikan secara dadakan karena komitmen moral yang tinggi dari Habib Rizieq beserta Kyai, para Habaib lainnya, saat bentuk belum memiliki apa yang dinamakan AD/ART seperti layaknya sebuah organisasi, karena memang pada dasarnya FPI berbeda dari organisasi kader lainnya.
Sebab yang melatarbelakangi terbentuknya FPI, adalah pertama rasa tanggung jawab para tokoh Islam kepada Allah, dan Rasulnya, daripada adanya sebuah kehancuran umat yang semakin tidak jelas. Yang kedua, latar belakangnya juga kewajiban untuk menegakan amar ma’ruf nahyi mungkar, yang ketiga kurangnya kontrol sosial baik dari orsospol, maupun pemerintah terhadap hak-hak muslim sebagai mayoritas dinegeri ini.
"Muslim menjadi mayoritas, akan tetapi banyak ditindas, diperlakukan yang melanggar HAM, mendapat perlakuan bengis dan biadab. Seperti di Haur Koneng, di Nipah, kemudian di Aceh, Tanjung Priok. Itu semuanya, wujud lemahnya kontrol sosial baik dari ormas, orsospol, maupun pemerintah terhadap umat Islam, " jelas Ustad Sobri Lubis.
Dari ketiga latar belakang tersebut, maka perlu dibentuk satu kelompok yang siap mengangkat harkat dan martabat umat Islam. Yang ternyata, semula tak pernah terbayang oleh kami bahwa FPI akan cepat besar dalam skala nasional. Bayangan awal para pendirinya, FPI itu hanya dibentuk untuk skup Jakarta, minimal Jabodetabek.
Akan tetapi, peristiwa insiden Ketapang, di mana FPI memperlihatkan keberadaannya terjun langsung melawan preman-preman yang menyerang masjid dan masyarakat, yang tak luput dari pemberitaan media massa kala itu, telah membuat umat di daerah mengetahui adanya sekelompok orang yang melakukan pembelaan terhadap hak-hak umat Islam, dalam menegakkan amar ma’ruf nahyi mungkar.
"Lama-kelama mereka ingin tahu, mereka akhirnya tahu, mereka menganggap ini pas. Dan memerlukan adanya seperti ini untuk benteng moral dan akhlaq serta akidah di tempat kami, akhirnya mereka bentuk didaerah cabang-cabangnya, " jelasnya.
Setelah wilayah Jabodetabek, akhirnya cabang FPI didirikan di Jawa Barat, kemudian Lampung, Palembang, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi, Ambon, Maluku, Tual, Kalimantan. Sekarang sudah hampir semua propinsi ada cabang FPI, di mana totalnya 30-an Propinsi, terakhir NTB yang paling baru dan Manado. Bahkan, kerusuhan di Monas yang memunculkan reaksi agar FPI dibubarkan, menimbulkan reaksi yang berbeda didaerah karena justru banyak yang ingin masuk FPI, seperti terjadi di Manado dan Sumbawa pada bulan ini.
Semangat untuk bergabung di bawah organisasi berlambang mawar merah ini, karena memiliki kesamaan perasaan yang dialami, misalnya melalui gerakan anti Narkoba. Sebab saat ini, Narkoba ini dirasakan di mana-mana, bukan hanya di Jakarta, di Bandung, tapi juga di mana-mana sampai kepelosok-pelosok. Begitu juga perjudian prostitusi, dan juga peredaran VCD porno.
Selain melakukan aksi memberantas kemungkaran, FPI yang sudah berdiri selama 10 tahun ini juga aktif untuk membela dan menolong sesama yang terkena musibah tanpa memandang latar belakang agama dan juga suku bangsa. Hal ini terbukti pada peristiwa tsunami di Aceh, ada sekitar 1.300 laskar yang dikirim secara bergantian selama setahun ke Aceh untuk melakukan evakuasi mayat dan membantu para korban. Selain itu, juga pada saat gempa Yogyakarta, tsunami di Pangadaran, Ciamis, Banjir di Poso, dan Kalimantan, hampir rata-rata yang musibah sifatnya nasional, FPI turut berpartisipasi. Bagitu pula saat bencana yang terjadi diberbagai daerah, misalnya kebakaran di Jakarta, FPI juga membuat dan buka posko pengobatan dan penyaluran bantuan. Bencana banjir yang hampir menjadi langganan, apalagi FPI markasnya di Petamburan, di mana dibawahnya sepanjang pintu air itu tempatnya banjir. Setiap kali banjir markas FPI dijadikansebagai tempat dapur umum, pengobatan dan pengungsian bagi korban.
Saat ini organisasi yang dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab itu, memiliki Jumlah laskar (red. angggota militan/loyalitas yang siap bertugas ke mana saja) hingga 1 juta orang, sedangkan anggota FPI bukan laskar jumlahnya lebih banyak, bisa mencapai 3 jutaan.
Jumlah yang besar ini tidak serta merta membuat FPI lantas berbangga hati, Sekjen FPI Sobri Lubis berharap tetap Indonesia bisa terjaga dari segala kerusakan, baik moral, akhlaq, akidah, karenanya itu pihaknya akan tetap berjuang semaksimal mungkin untuk mempertahankan moral bangsa Indonesia. Begitu juga dengan keberadaan aliran sesat yang terus menerus konseksuen diperanginya. Untuk ke depan, aparat penegak hukum diharapkan bisa menegakan hukum sebaik-baiknya.
LSMKomparador Ingin Berangus FPI
Mengenai adanya keinginan dan desakan untuk membubarkan FPI, secara tegas Sobri mengatakan, bahwa FPI resmi terdaftar di Depatemen Dalam Negeri sejak tahun 2006, adapun mereka yang menuntut pembubaran FPI justru kelompok kecil yang justru tidak terdaftar resmi di negara ini.
"Mereka itu hanya LSM-LSM komparador yang hanya menjadi corong-corong AS, mereka sangat sedikirt sekali. Dan dibuktikan saat mereka menyuarakan itu, rata-rata mereka adalah alumni AS, yang belajar agama Islam di AS, rata-rata suaranya sama, FPI dibubarkan. Karena buat Amerika cuma tinggal satu, kalau FPI ini bisa dibubarkan semua yang lain akan mudah, termasuk MUI juga bisa dibubarkan, apalagi ormas-ormas yang lain, " ujarnya.
Semakin didesak untuk bubar, justru semakin tampak dukungan dan ukhuwah dari ormas-ormas Islam yang ramai-ramai membela FPI. Ternyata tampak jelas yang menuntut FPI dibubarkan adalah kelompok kecil yang sangat dekat dengan Yahudi, Nasrani, dan AS. Mereka itu adalah LSM-LSM yang merupakan bayaran AS semua. Kelompok-kelompok LSM tadi mengatasnamakan NU, mengatasnamakan Banser, akan tetapi Banser yang asli Ketua Umumnya malah datang ke Petamburan, minta untuk membuat siaran pers bersama bahwa FPI dan Banser tidak ada masalah. Begitu juga ormas-ormas Islam lainnya seperti Muhammadiyah, MUI, kemudian GPI memberikan dukungan terhadap keberadaan FPI.
Sebenarnya sejak awal berdiri, FPI di era reformasi, pemerintah maupun kepolisian maupun TNI, untuk keamanan, sangat terbantu dengan keberadaan FPI dalam menjaga keamanan. Namun dalam perkembangannya, AS ternyata mulai menilik, kenapa di Indonesia ada baret putih, dulunya FPI dengan polisi bermitra. Kebanyakan tugas-tugas polisi dibantu FPI, terjadi koordinasi yang bagus, hubungan sangat baik.
"Tahu-tahunya AS menyatakan baret putih itu mengganggu, kenapa itu ada polisi syariat, apa gak cukup polri, dan seterusnya. Akhirnya LSM antek AS ini mulai bersuara miring terhadap FPI. Kelompok sepilis (sekuler, pluralis, liberalis) juga mulai berbicara miring terhadap FPI, semenjak AS kasih sinyal, " tutur Ustad Sobri.
Maka sejak itu tidak hentinya, istilah-istilah yang dilontarkan kepada FPI, mulai dari Islam garis keras, Islam fundamentalis, anarkis, main hakim sendiri, sampai pada tingkat teroris. Akan tetapi semua hujatan yang dilontarkan kepada FPI, tidak menyurutkan langkah para aktivis dakwah itu.
"Itu terserah mereka, Ustad Abu Bakar Ba’asyir mengatakan tadi kalau kita difitnah, diberi cap seperti itu oleh orang kafir seharusnya kita senang saja, asalkan jangan Allah yang bilang kita seperti itu, " pungkas Ustad Sobri. (novel)