Eramuslim.com – Pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua DPD Irman Gusman dengan barang bukti Rp 100 juta, kinerja KPK menuai kritikan dari berbagai pihak. KPK dianggap tidak fokus dalam memberantas korupsi dan tebang pilih.
Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, kritikan tersebut sangat wajar.
“Masyarakat tentu melihat ada apa dengan KPK, mengapa kasus seperti ini seperti menjadi fokus KPK? Padahal banyak kasus lain yang sudah sangat jelas unsur korupsinya dan nilainya pun mencapai ratusan miliar atau triliunan, tetapi tidak juga ada tindaklanjutnya. Maka, saya lihat banyaknya kritik pasca tertangkapnya Ketua DPD, Irman Gusman sebagai sesuatu yang wajar,” ujar Siti Zuhro di Jakarta, Senin (19/9).
Pihaknya pun menganggap wajar jika ada tuduhan terhadap KPK bahwa dalam menangangani satu kasus kental nuansa politiknya.
Dia pun mencontohkan bagaimana KPK selalu mencari alasan atas kasus pembelian Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi yang menyeret-nyeret Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
“Untuk kasus yang sudah jelas seperti pembelian rumah sakit sumber waras, ada fakta audit dari BPK, tapi tidak juga ditindaklanjuti oleh KPK. Atau dalam kasus reklamasi sudah ada tersangkanya dan bukti bahwa ada perselingkuhan antara pengusaha dan birokrasi, tapi didiamkan. Lah ini kok tiba-tiba mencari kasus lain,” tambahnya.
Sebagai lembaga negara yang lahir karena reformasi, Siti melihat KPK justru tidak reformis jika terus melakukan tindakan seperti ini.
“Banyak nama yang sudah sering dikaitkan dengan korupsi, tapi sampai sekarang tidak diapa-apakan. Kita ini serius tidak untuk melakukan reformasi memberantas KKN? Sekarang mana buktinya? Masyarakat kan menginginkan mana kerja KPK yang membawa roh reformasi ketika orang-orang tertentu justru seperti dilindungi,” tegasnya.
KPK menurut Siti seharusnya memahami bahwa untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara demokrasi, perlu penegakan hukum karena tanpa penegakan hukum yang terukur dan tidak pandang bulu, mustahil tujuan bernegara dapat tercapai.
“Kita harus melihat dalam kerangka makro bagaimana kualitas penegakan hukum dan keadilan. Jangan runcing ke bawah tapi tumpul ke atas. Lembaga hukum jangan jadi alat. Harus ada prinsip yang harus ditindaklanjuti,” katanya.
Dia menegaskan siapapun yang melakukan korupsi, harus diperlakukan sama. Jangan karena OTT dianggap seksi terus saja melakukan hal itu.
“Jangan sampai KPK mengaduk-aduk politik dan hukum. Rakyat menginginkan penegakan hukum yang tidak esklusif,” demikian Profesor LIPI ini.(ts/rmol)