Profesor Bahasa Ini Tegaskan Cuitan Ongen Tidak Mengandung Pornografi

ongen3-1
Ongen, korban kekuasaan represif

Eramuslim.com – Sudah hampir tiga bulan pemi­lik akun twitter @ypaonganan, Yulianus Paonganan mendekam di tahanan Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pelanggan UU Pornografi dan UU ITE. Tapi, Kepolisian sampai saat ini belum juga menentukan sikap.

Padahal beberapa pakar me­nyebutkan, yang dilontarkan Ongen –demikian dia biasa dis­apa di Twitter–tidak mengand­ung unsur pornografi. Bahkan terakhir, pakar Bahasa Indonesia dari Universitas Tadulako Palu, Prof Dr H Hanafie Sulaiman pun turut memberikan dukungan moril kepada Ongen.

Prof Hanafie adalah Guru Besar Linguistik/Bahasa di Universitas Tadulako, Palu. Ketua Senat Universitas ini merupa­kan doktor lingustik jebolan Stanford University, California, Amerika Serikat.

Hanafie mengaku, dia datang langsung dari Palu setelah mem­baca berita mengenai polemik hestek #PapaDoyanLonte dan #PapaMintaPaha, serta gambar kelamin anak kecil laki-laki yang dijadikan acuan polisi un­tuk memenjarakan seseorang, karena dituduh melanggar UU Pornografi.

“Ini murni dukungan saya kepada Ongen. Yang saya sam­paikan bisa dipertanggung­jawabkan. Kata-kata dalam cuitan yang dia tulis di medsos tidak mengandung unsur por­nografi,” kata Hanafie, usai men­jenguk dan berdiskusi dengan Ongen, Kamis (25/2) di tahanan Bareskrim Mabes Polri.

Disebutkan murid langsung Prof JS Badudu, pakar bahasa Indonesia ini, kata lonte dalam hestek #PapaDoyanLonte tidak ada unsur pornografi. Seperti dalam penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia, lonte itu adalah perempuan jalang, tuna susila, dan pelacur.

Sementara pornografi, ada­lah tingkah laku erotik dalam gambar atau, dan tulisan yang cenderung membangkitkan nafsu birahi. “Jadi lonte den­gan pornografi itu tidak ada kaitannya. Kata lonte itu kalau saya menyebutnya Animate, sementara pronografi itu adalah Niranimate,” tegasnya.

Dia menilai kasus ini terke­san aneh, ada kesan dipaksa­kan, dicari-cari kesalahannya. “Foto kelamin anak kecil laki laki yang akan disunat bukanlah pornografi. Definisi pornografi adalah gambar atau tulisan yang dapat membangkitkan hasrat birahi, sedangkan gambar itu tidak menimbulkan hasrat bi­rahi, apalagi diambil dari blog kesehatan yang membahas ten­tang sunat anak kecil, lalu di mana pornografinya?” tuturnya.

Sementara pakar hukum Universitas Tadulako, Palu, Zainuddin Ali berpendapat, penyidik sedang kebingungan menggarap kasus dugaan pornografi ini. Menurutnya, kata-kata dengan hestek #PapaMintaPaha dan #PapaMintaLonte serta mem­posting gambar alat kelamin tidak masuk kategori pelanggaran Undang-Undang Pornografi.

“Itu sudut pandang yang ber­beda. Bagi saya itu tidak porno karena tak mengandung nafsu birahi,” kata Zainudin, yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang Undangan (Majelis Ulama Indonesia) MUI ini.

Dikatakannya, jika kepolisian ragu melanjutkan perkara ini, tersangka lebih baik dibebaskan dan perkaranya dihentikan. Bila diteruskan, nantinya di pengadi­lan, tentu harus menghadirkan Presiden Jokowi, bila ingin mengenakan pasal pencemaran nama baik.

“Jika masuk ke pengadilan, Jokowi wajib hadir. Ini kan persoalan kecil, masih banyak persoalan besar lain yang harus diurus. Polisi juga sebaiknya urus kasus-kasus besar saja, jangan kasus kecil begini diper­panjang. Sebaiknya lepaskan saja,” pungkasnya.

Secara terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Prof Dr Andi Hamzah mengata­kan, tuduhan penyidik Bareskrim Polri terhadap Ongen yang dijerat dengan UU Pornografi dan UU ITE juga terkesan terlalu mengada-ngada. Menurutnya, kata lonte dan gambar kelamin anak laki-laki tidak masuk dalam delik pidana.

“Mana bisa kata lonte diang­gap melanggar UU Pornografi?” kata Andi Hamzah kepada war­tawan.

Dia menilai, yang dilakukan oleh doktor maritim lulusan IPB itu termasuk delik pasal penghinaan terhadap presiden yang sudah dicabut oleh oleh Mahkamah Konstitusi (MK).(ts/rmol)