Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi meminta Badan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia Indonesia (LPPOM MUI) mengevaluasi diri terhadap produk halal yang dikeluarkan. Hal berkaitan ditolaknya produk halal Indonesia di negara Uni Emirat Arab (UEA) Juni lalu.
“Bahwa produk halal kita ini ternyata oleh negara lain tidak diakui, nah mungkin seperti itu pesannya (Evaluasi diri),” ujarnya di Jakarta, Senin, 17 September 2012.
Produk sertifikasi halal yang dikeluarkan MUI katanya, seharusnya memberikan rasa aman bagi ekportir, sehingga produk asal Indonesia bisa diterima semua negara khususnya tujuan ekpor negara Islam. Namun dalam kenyataannya tidak semua negara Islam menerimanya. “Padahal kita negara muslim terbesar dunia.”.
Bayu berharap MUI dan BPOM menjelaskan, bahwa proses sertikasi halal yang dilakukan lembaganya sesuai standar keamanan dan diakui negara lain. “Halal ini sertifikat, bukan soal teknis tapi soal akidah, di dalamnya ada syariat islam. “Kita harus membuat apa yang disertifikasikan itu diakui,” Bayu mengatakan.
Ia mengakui lembaganya tidak bisa mengambil peran mengelurkan sertifikasi halal. Sebab pemerintah telah menetapkan lembaga MUI mengeluarkan label halal itu. “Sekarang majelis ulama yang bicara bukan dari kita, kalau kita yang ambil tidak bisa.”.
Sebelumnya Uni Emirat Arab menyatakan tidak mengakui label halal yang dikeluarkan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI. Alasannya mereka tidak mengenal MUI. Usaha lobi yang dilakukan MUI terhadap otoritas UEA juga gagal lantaran lembaga tersebut tidak mewakili pemerintah Indonesia.
Praktis, ekspor bahan makanan ke salah satu pasar negara muslim terbesar itu mandeg. Penolakan itu mencuat setelah sebuah perusahaan eksportir makanan asal Jakarta melaporkan kasus penolakan barang dagangannya pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).(fq/tempo)