Surat terbuka dari dokter di Papua untuk Ketua BEM UI, dari Yafet Yanri Sirupang, melalui akun FB-nya, yang viral di medsos, antara lain Yafet minta Zaadit sebagai mahasiswa untuk tidak berkoar-koar tanpa mengetahui realita di lapangan (jurnalindonesia.co.id/surat-terbuka-dari-dokter…). Menurut saya, Yafet berbeda dalam mengartikan kartu kuning Zaadit. Yafet menulis “Ia juga menyesalkan permasalahan gizi buruk selalu mengkambinghitamkan sektor kesehatan…dst”. Sebuah narasi pembelaan dari korps dokter.
Lebih lanjut Yafet menulis, kasus gizi buruk di Papua sudah dari dulu terjadi. Gizi buruk karena tidak cukupnya asupan makanan dan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung, kurangnya ketersediaan pangan, pola asuh tidak memadai, kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat. Apa yang ditulis Yafet tersebut tidak mungkin Zaadit dkk tidak ngerti, walau belum pernah nginjak Papua.
Karena kondisi faktual itulah, Indonesia perlu Presiden dan Menteri untuk mengatasinya. Andaikan penangan pasca tragedi kemanusiaan, seperti mengedrop makanan bergizi, mengirim tenaga kesehatan dll dilakukan sebelum tragedi, tentu bencana kemanusiaan bisa dihindari. Pertanyaan kritisnya, jika kita bisa ngedrop makanan, mengapa tidak dilakukan sebelum nyawa terenggut? Apabila bisa mengerahkan relawan untuk kepentingan politik dan pesta, mengapa kita tidak ngedrop relawan untuk memberikan penyuluhan? Sebaiknya kita tidak berlindung, gizi buruk sudah ada sejak dulu sebagai alasan, karena itu alasan yang tidak cerdas.
Ada lagi yang salah mengartikan kartu kuning Zaadit, sehingga menjadi lucu namun menyedihkan. Di salah satu FB yang juga viral ditulis kurang lebih sbb: “…. Kalau boleh saya hanya ingin tanya pada pak Azzam, apa anda tidak tahu di saat Ketua BEM UI terkenal di Depok ini baru berlagak menyemprot Presiden soal Asmat, UGM sudah mengirim … dst. Sudahkah anda dengar berita Universitas Hasanudin Makasar yang memberangkatkan 19 orang tim tanggap darurat ke Kabupaten Asmat… dst”.