Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan ada indikasi manipulasi dalam renovasi gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul, Korea Selatan (Korsel).
Oleh karena itu presiden meminta sejumlah menteri terkait untuk melakukan investigasi terhadap isu tersebut. "Presiden meminta Menko Polkam, Menlu, Jaksa Agung, dan Saya untuk melaporkan dan mempelajari masalah ini. Dengan investigasi ini akan ketahuan siapa yang memanipulasi," papar Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi usai menghadiri serah terima jabatan Panglima TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Senin (20/2).
Menurutnya, sejak Maret 2005 Sekretaris Kabinet (Seskab) sudah tidak pernah terlibat dalam rencana renovasi apalagi memberikan rekomendasi. Sudi mengatakan, awal tahun lalu ada sebuah perusahaan yang bekali-kali mendatangi kantor Seskab. Namun, Sudi mengaku belum bertemu dengan perwakilan perusahaan itu.
Ia mengungkapkan, dirinya menerima laporan bahwa perusahaan tersebut ingin terlibat dalam proyek renovasi kantor KBRI. Pada waktu itu, Seskab menjelaskan bahwa urusan renovasi KBRI adalah urusan Departemen Luar Negeri (Deplu). "Lalu mereka ke Deplu tapi ternyata belum berhasil lalu mendatangi kantor Seskab lagi, minta kita fasilitasi," sambungnya.
Seskab kemudian membuat surat pengantar ke Deplu yang intinya meminta waktu presentasi bagi perusahaan tadi. Setelah itu, katanya, masalah itu bukan urusan Seskab lagi.
Sebelumnya, Sudi Silalahi dua kali mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda perihal proposal rencana pembangunan gedung KBRI Seoul. Dalam suratnya, Sudi meminta Menlu merespons dan menerima presentasi dari manajemen PT Sun Hoo Engineering. Surat Sudi pertama bernomor B.22/Seskab/1/2005 tanggal 20 Januari 2005 dan surat kedua bernomor B68/Seskab/II/2005 tanggal 21 Februari 2005.
Sementara itu anggota Komisi I FPKs Hilman Rosyad Syihab mendesak pemerintah untuk tidak menindaklanjuti Surat Sekretaris Kabinet (Seskab) Sudi Silalahi yang menunjuk PT Sun Ho Engineering untuk merenovasi kantor KBRI di Seoul, Korea Selatan (Korsel). Alasannya, areal yang ditempati KBRI sangat strategis dan harganya cukup tinggi.
"Saya sangat tidak setuju. Itu permainan para businessman di Seoul. KBRI kita saat ini sangat dekat dengan Kedubes AS, perlemen Korsel, dan di kawasan emas. Kalau di Jakarta ya seperti kawasan Segi Tiga Emas," katanya.
Dijelaskannya, tanah KBRI di Seoul merupakan penghargaan dari pemerintah Korsel, karena itu tidak tepat kalau tanah yang luasnya mencapai 5.000 m2 itu dilego begitu saja. "Ini tanah penghargaan dari Pemerintah Korsel. Saat itu harganya diberi murah," papar aleg PKS.
Hilman menambahkan, tanah tersebut harganya sangat mahal. Sebagai pusat bisnis dan pemerintahan banyak para pebisnis Korsel berebut terhadap tanah itu. "Dari segi gengsi, itu sangat tinggi. Makanya para pengusaha di sana mengincar," sambungnya.
Dijelaskannya, ada beberapa alternatiif dari yang ditawarkan para pengusaha terhadap KBRI, yakni, ruislag (tukar guling), tukar sewa, dan tukar ganti. "Semua itu harus ditolak. KBRI yang sekarang juga tidak perlu direnovasi, karena masih kuat sampai 25 tahun lagi," katanya.
Oleh karena itu, ia mengaku mendukung langkah Departemen Luar Negeri (Deplu) yang akan tetap mempertahankan KBRI seperti sekarang ini. Selain itu, pihaknya akan mempertanyakan kepada Seskab Sudi Silalahi mengenai alasan terbitnya surat tersebut. (dina)