Eramuslim.com – Belum setahun memimpin, rezim Jokowi-JK anjlok popularitasnya, banyak yang menyesal kenapa memilih dua orang ini yang setelah berkuasa malah membuat bangsa dan negeri ini malah menuju jurang kehancuran. Rupiah anjlok, harga-harga melambung mahal, gelombang PHK menyapu ratusan ribu pekerja pribumi, dan konyolnya, rezim ini malah mengimpor buruh-buruh Aseng dari Cina. Namun kenyataan malah ini dibantah oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri dan Menko Polkam Luhut B Pandjaitan. Tentu saja, banyak pihak yang menentangnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, misalnya, bahkan menantang Menteri Hanif Dakhiri untuk melakukan sumpah mubahalah atau doa mohon kutukan atau laknat, yang biasanya dilakukan apabila ada dua pihak yang berkukuh mengaku benar dalam suatu perkara. Sumpah mubahalah dilaksanakan seperti halnya berdoa, namun meminta kepada Allah agar melaknat orang atau pihak yang salah atau berbohong.
Said Iqbal menantang Hanif karena Menteri Ketenagakerjaan itu kerap menampik kabar buruh kasar (unskill labour) dari Cina sudah masuk ke perusahaan-perusahaan di Jakarta.
“Saya tantang menteri Jokowi, Hanif Dakhiri, untuk sumpah mubahalah. Di Ibu Kota ini sudah ada unskill labour Cina yang masuk dan langgar aturan. Kalau itu tak terbukti, saya siap dipenjara. Tapi, kalau ternyata ada, Menteri Hanif harus mundur,” ujar Iqbal pada dikusi Forum Senator untuk Rakyat bertema “Ekonomi PHP, Nyatanya PHK” di Jakarta (6/9).
Diungkapkan Iqbal, pihaknya memiliki data soal banyaknya tenaga buruh kasar asal Cina di lima perusahaan di Jakarta. Mereka bekerja sebagai tukang gali batu, petugas keamanan, dan tukang masak.
“Saya punya datanya di lima perusahaan di Ibu Kota, tapi enggak enak saya beberkan karena bisa dipecat nanti buru-buruh di perusahaan itu,” ujar Iqbal. Para buruh kasar tersebut, tambahnya, saat ini tak hanya tersebar di Jakarta, tapi sudah merambah Banten, Kalimantan, dan sebagian Pulau Jawa.
“Pemerintah mengklaim jumlah buruh kasar Cina hanya 0,05 persen, tapi itu bisa naik sampe 20 persen dari total angkatan kerja. Apalagi, ada kebijakan tidak diwajibkan berbahasa indonesia. Ini berbahaya,” katanya seperti ditulis Pribuminews.(ts)