Eramuslim.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan akan memberlakukan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat secara ketat menyusul lonjakan kasus positif dan kematian akibat Covid-19 di Tanah Air yang semakin mengkhawatirkan. Kebijakan itu dikabarkan akan disebut sebagai Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang akan berlaku per Rabu (30/6).
Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo justru khawatir PPKM Darurat hanyalah perubahan istilah. Sementara, esensi dari kebijakan pembatasan belum menunjukkan respons yang kuat untuk menghadapi laju penularan Covid-19.
“Apa isi dari PPKM darurat? Jangan-jangan cuma ganti nama doang, tetapi esensinya belum menunjukkan respons yang kuat terhadap tingkat risiko penularan virus yang luar biasa tinggi di masyarakat,” ujar Windhu saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/6).
Windhu mengkritik, pemerintah suka bermain nama atau istilah mengenai pembatasan sosial, tetapi lemah dalam esensi. Menurutnya, pemerintah sering tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pemutusan rantai penularan.
Seharusnya, dia melanjutkan, apa pun nama kebijakannya harus mampu membuat minimal 70 persen penduduk/warga tinggal di rumah (stay at home) dengan durasi dua kali masa infeksius virus, yaitu selama 21-28 hari. Sebab, ia menyebutkan di dalam wilayah kesatuan epidemiologi minimum tingkat kota/kabupaten, paling banyak hanya 30 persen penduduk yang boleh melakukan mobilitas untuk keperluan yang sangat esensial, seperti berkaitan dengan pelayanan kesehatan, penyediaan bahan pokok, energi, hingga komunikasi. Pemenuhan kebutuhan sangat esensial ini bisa dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat.