Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyarankan kepada pemerintah untuk tidak menetapkan awal bulan Ramadhan maupun Syawal, mengingat masih terjadi perbedaan di tengah masyarakat, sehingga pemerintah tidak dicap berpihak pada pendapat tertentu.
"Biarkanlah ini menjadi masalah khilafiah yang belum bisa disatukan, karena ada perbedaan metode pendekatan, tapi insya Allah ada rahmat dibalik itu," ujarnya dalam jumpa pers di Kantor Sekretariat PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (21/9).
Menurutnya, pemerintah hanya berkewajiban untuk menentukan hari-hari libur nasional yang terkait dengan kegiatan keagamaan. Hal-hal seperti jumlah rakaat dalam ibadah shalat tarawih, awal Ramadhan dan awal Syawal, pemerintah tidak berkewajiban untuk mengeluarkan ketetapan.
Bersamaan dengan itu Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan maklumat bahwa 1 Ramadhan 1427 Hijriah jatuh pada hari Ahad 24 September 2006 Masehi, sedangkan 1 Syawal 1427 H jatuh pada hari Senin 23 Oktober 2006 Masehi.
"Hal ini diputuskan secara hisab hakiki, berdasarkan ijtima’ menjelang Ramadhan 1427H terjadi pada hari Jum’at 22 september pukul 18:45:59 WIB," jelas Ketua Mejelis Tarji dan Tajdid PP Muhammadiyah Oman Faturrahman.
Sedangkan untuk penetapan 1 Syawal 1427 H, Oman menjelaskan, hal tersebut sudah dipehitungkan dari hasil hisab hakiki berdasarkan ijtima’ menjelang Syawal 1427 H pada hari Ahad 22 Oktober 2006 pukul 12:15:00 WIB.
Ia menambahkan, dalam menetapkan awal bulan Qomariah, termasuk penetapan awal bulan Syawal, selalu berpatokan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan hukum, namun jika didaerah tertentu terdapat perbedaan dalam menetapkan hari raya Idul Fitri, pihaknya tetap menghargai dan memahami perbedaan tersebut.(novel)