Posisi Tawar Indonesia Lemah terhadap Proses Hukum di Arab Saudi

Posisi tawar pemerintah Indonesia dalam menanggapi eksekusi mati TKI yang bekerja di Arab Saudi sangat lemah. Sebab, hukuman tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum di Arab Saudi.

"Hukuman mati yang dijatuhkan terhadap TKI yang berada di Arab Saudi harus mengikuti ketentuan yang berlaku di sana, jadi pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, " ujar Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Syaifuddin menanggapi hukuman mati yang menimpa Yanti Iriyanti, TKI asal Karang Tengah Cianjur, Jawa Barat setelah terbukti bersalah membunuh dan mencuri harta milik majikannya senilai 60 ribu riyal atau sekitar 150 juta rupiah.

Menurutnya, jangankan untuk meminta keringanan hukuman, untuk memulangkan jenazah saja, pemerintah tidak bisa melakukan. "Aturan di Arab Saudi memang memberlakukan seperti itu yaitu setiap ada yang meninggal langsung dikuburkan, " jelas, di Gedung DPR, Jakarta, Senin(14/1).

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri (Deplu) mengklaim telah berupaya seoptimal mungkin memberikan perlindungan terhadap Yanti. Upaya itu dilakukan sebatas memastikan tidak ada hak-haknya yang dikurangi selama menjalani proses hukum.

"Konsulat Jenderal Republik Indonesia sudah optimal memberikan perlindungan dan advokasi terhadap Yanti. Namun kami tidak dapat mengubah keputusan pengadilan, " ujar Juru Bicara Deplu Kristiarto Legowo.

Upaya perlindungan tersebut, lanjut Kristiarto sebaiknya tidak dikaitkan dengan keputusan hukuman mati yang akhirnya diterima Yanti, sebab Arab Saudi mempunyai hukum dan peraturan sendiri, dan KJRI tidak mungkin mengintervensi proses pengadilan yang berlangsung.

"Perlindungan tentunya bukan untuk memutihkan kasus tersebut. Dan kami tak dapat mengintervensinya, " jelasnya.

Seperti diketahui, Yanti Iriyanti menjalani proses eksekusi mati pada pukul 10. 00 Sabtu pagi waktu setempat. TKI asal Karang Tengah Cianjur ini dianggap terbukti membunuh majikannya dengan menggunakan bantal untuk mencekik majikannya, Aisha Al-Makhaled. Selain membunuh, Yanti juga disebut mencuri perhiasan majikannya yang tinggal di Provinsi Selatan Assir itu. Menurut Jubir Deplu Peristiwa tersebut terjadi pada 26 Juli 2006.(novel)