Instruksi Presiden point ke 5 berkaitan dengan methode pembuktian terbalik bagi penuntasan kasus mafia pajak dan mafia hukum. Secara eksplisit Kapolri Jenderal Timur Pradopo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, kemarindi Jakarta menegaskan pembuktian terbalik dalam proses penyidikan terutama tindak pidana korupsi, belum bisa dilakukan karena belum diatur diatur secara tegas dalam undang-undang.
Dengan pernyataan Kapolri Jenderal Timur Pradopo, maka instruksi Presiden SBY yang menginginkan diberlakukannya pembuktian terbalik menjadi majal. Penolakan nyata-nyata dari aparat penegak hukum ini, tentu akan membuat upaya-upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi menjadi tak berarti lagi.
Sementara itu, Menko Polhukam Djoko Suyanoto, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, dan Staf Khusus Presiden Bidang Informasi Heru Lelono pada kesempatan terpisah memastikan pembuktian terbalik dapat dilaksanakan.
Presiden SBY di Istana Negara ,Senin (17/1), mengeluarkan 12 Instruksi presiden mengenai penanganan kasus mafia pajak dan mafia hukum. Poin 5 instruksi tersebut berbunyi : “Melakukan methode pembuktian terbalik untuk efektivitas penegakkan hukum hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku”.
Sementara itu, Kapolri di depan Komisi III DPR menegaskan, “Pembuktian terbalik tidak bisa dilkakukan, kecuali bial ada putusan hakim yang menyatakan itu”, ujar Timur.
Menanggapi Kapolri itu Djoko Suyanto menegaskan DjokoSuyanto mengatakan, meskipun KUHAP belum mengatur pembuktian terbalik, pemerintah akan menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memungkinkan dilakukan pembuktian terbalik. Seusai rapat d Kantor Wapres kemarin, Djoko mengatakan dengan inpres itu tidak perlu dilakukan revisi KUHAP atau mengeluarkan Perpu.
Sekretaris Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana, menambahkandengan UU Tipikor dan UU TPPU, pembuktian terbalik bisa dilakukan untuk menelusuri sumber dana Gayus.
Tentu keengganan Polri melaksanakan instruksi Presiden tersebut bisa diartikan sebagai pembangkangan, karena membiarkan instruksi Presiden itu menjadi sebuah ‘lelucon’ alias ‘macan kertas’, yang tidak memiliki pengaruh apa-apa, khususnya dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, kemarin, Kapolri mengakui angkat tangan. Kapolri belum dapat menerapkan pembuktian terbalik dalam penyidikan kasus pemilikan harta Gayus. Menurut Kapolri belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pembuktian terbalik. Benarkah demikian?
Sesungguhnya ketentuan perundang-undangan mengenai pembuktian terbalik sudah ada. Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan alat bukti itu hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Tetapi, Pasal 26A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomr 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menambahkan alat bukti bisa berupa infomarsi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Hakikatnya, di pengadilan, atas pertanyaan hakim Albertina Ho, Gayus mengakui uang dari tiga perusahaan Grup Bakrie. Namun, polisi tidak menindak lanjuti pernyataan Gayus di pengadilan.
Dengan sikap Polri yang resisten terhadap pembuktian terbalik, maka akan semakin sulit upaya pemberantasan mafia pajak dan hukum di Indonesia. Mnh/mi/si/