Eramuslim.com – Entah angin apa yang membuat politisi PDIP ini meradang. Dalam diskusi publik bertajuk Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta siang tadi (26/1), Effendi Simbolon dengan terus terang menyatakan jika Jokowi adalah pemimpin yang masih setengah matang dan Andi Widjajanto sebagai anak kemarin sore yang sudah mau mengatur negara serta pengkhianat.
“Saya menganggap dia (Andi Widjajanto) sebagai anak baru kemarin sore sudah sok ngatur republik ini,” kata Effendi. “Andi itu pengkhianat, itu kurang ajar sekali,” hujatnya
Bahkan Effendi menuding kepemimpinan Presiden Joko Widodo seperti pemimpin setengah matang namun dilahirkan alias prematur
“Yang diatur prematur (Presiden Jokowi) lagi ya sudah. Yang ngatur anak kecil yang diatur prematur ya jadi dah tuh (pemerintahan) inkubator,” sindirnya.
Patut diketahui, Andi Widjajanto adalah anak dari mendiang Theo Sjafei, seorang jenderal pembisik Megawati nomor wahid ketika Mega menjabat presiden dan dikenal sangat Islamopobhi.
Islamophobinya Theo Syafei
Tahun 1998 silam, nama Theo Sjafei menjadi buah mulut seantero tanah air, dalam kasus ceramah bernuansa SARA. Ceramahnya di hadapan aktivis gereja di Anyer, Jawa Barat, dan Kupang, Nusa Tenggara Timur dinilai menjelek-jelekkan Islam, Qur’an, dan Presiden (waktu itu) Habibie.
Isi ceramahnya amat pedas. Theo menuduh ICMI dan Muhammadiyah akan membentuk negara Islam. Lalu partai-partai Islam seperti Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan, PAN, dll, dituding Theo sebagai bentukan tokoh Golkar, Akbar Tanjung. Harian milik umat Islam, Republika, disebut Theo sebagai “Republik Agama.”
Theo meledek Habibie dan membandingkan Alkitab dengan Al-Qur’an. Theo menghina kitab suci umat Islam sebagai kitab yang tipis, tidak seperti Alkitab (Bibel) milik umat Kristen.
“Al-Qur’an itu adalah buku yang begitu tipis, hanya 30 juz isinya. Hadits itu adalah perbuatan-perbuatan Nabi dan sahabat-sahabat Nabi ketika mereka masih hidup, yang kemudian diingat-ingat, bahwa perbuatan itulah yang harus dicontoh apabila kita tidak menemukan jawabannya di Qur’an. Tidak seperti Alkitab kita, semua kita bisa cari jawabannya di Alkitab, di Qur’an tidak,” ujar Theo bersemangat, sebagaimana ditranskrip oleh Harian Abadi.
Kaset rekaman Theo itu menghebohkan karena beredar luas menjelang Tragedi Kupang 30 November 1998. Theo pun dituding sebagai provokator kerusuhan itu, karena Kaset itu disebut-sebut menjadi pemicu kepada sekelompok umat Kristen di Kupang, sehingga merusak dan membakar madrasah, masjid, dan asrama haji. Ribuan warga muslim yang selama ini hidup damai harus mengungsi.
Tuduhan ini tidak omong kosong. Pasalnya, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Nusa Tenggara Timur menemukan kaset rekaman itu telah beredar luas di Kupang sebelum terjadi kerusuhan.
Tabloid Abadi, edisi 24-30 Desember 1998 pun menurunkan kasus kaset Theo tersebut sebagai “Laporan Utama”, lengkap dengan transkrip utuh ceramah itu. Abadi juga menyebut adanya keterkaitan antara peredaran kaset ceramah dan kerusuhan di Kupang. Reaksi makin meluas, sejumlah pimpinan ormas Islam bereaksi keras.
Buntut dari ceramah provokatif itu, Theo Syafei menuai reaksi keras dari berbagai ormas Islam: KISDI, ICMI, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), KAHMI (Keluarga Alumni HMI), PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia), DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), serta BKSPPI (Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia).
Diwakili oleh Asosiasi Pembela Islam (API), umat Islam mengadukan Theo Syafei ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, (5/1/1999), dengan tuduhan menghina dan mencemarkan nama baik umat Islam Indonesia.
Tentang Theo Syafei, Andi Widjajanto berujar singkat, “Theo itu guru saya.” Cukup jelas bukan? (rz)