“Tidak pernah tanpa data berbicara ke publik. Sebagai mantan Presiden dan 30 tahun jadi tentara sampai Menkopolhukam, dan lain-lain, pasti semua ada data dan informasinya. Bukan ujug-ujug bicara ke publik,” ujar Jansen.
Dia mencontohkan, SBY pernah mengingatkan soal dugaan ketidaknetralan aparat di Madiun, Jawa Timur pada (18/6) lalu. Tak lama berselang, muncul berita soal mutasi Wakapolda Maluku Brigjen Hasanuddin lantaran diduga mendukung mantan Dankor Brimob yang kini Calon Gubernur Maluku Murad Ismail.
“Apa yang kemudian terjadi? Dalam hitungan hari saja terbongkar ke publik Wakapolda Maluku terlibat dan berpihak ke salah satu calon Gubernur, yang kemudian membuatnya dicopot oleh Kapolri,” ungkapnya.
“Apa coba namanya itu kalau bukan aparat negara tidak netral dalam Pilkada kali ini. Itu yang harusnya dijawab Komarudin dan PDIP,” sambungnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Komaruddin Watubun mengatakan kritik Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal aparat tidak netral bermuatan politis demi kepentingan Demokrat di Pilkada. Sebab, elektabilitas pasangan calon kepala daerah yang diusung Demokrat rendah di sejumlah lembaga survei.
“Dengan melihat makin tajamnya serangan Pak SBY ke Pak Jokowi, Saya yakin bahwa apa yang dipikirkan Pak SBY dalam pilkada, bukan lah kepentingan bangsa dan negara, namun lebih kepentingan Partai dan keluarganya,” kata Komaruddin melalui keterangan tertulis, Minggu (24/6).
“Lebih pada persoalan bagaimana AHY dan Ibas yang diklaimnya sebagai keturunan Majapahit, lalu begitu jago yang diusung di pilkada elektabilitas rendah, tiba-tiba salahkan penggunaan alat-alat negara,” sambungnya. (mdk)