Anggota Fraksi PPP (F-PPP)Edy Jauzie Muchsin Bafadal, menyatakan pemerintah harus bersikap ksatria dalam menghadapi interpelasi DPR terkait kasus dukungan pemerintah Resolusi 1747 Dewan Keamanan PBB atas nuklir Iran.
“Mengapa pemerintah mendukung Resolusi Dewan Keamanan nomor 1747 yang memberikan sanksi kepada Iran. Sementara ketika bertemu dengan Presiden Iran, Presiden SBY sejak awal menolak pemberian sanksi kepada Iran sepanjang pengayaan uranium Iran digunakan untuk damai dan ilmu pengetahuan, ” ujar Edy di Jakarta, Rabu (4/4).
Ironisnya, katanya, pemerintah diam terhadap pengembangan nuklir oleh Israel dan negara-negara sekutu Amerika Serikat (AS). Selain itu mengapa dalam kasus Israel kita tidak bersikap sekeras pada Iran.
“Negara Israel itu sekarang tidak ada yang mengontrol, termasuk India dan Pakistan. Apa karena mereka punya jaringan dengan Barat sehingga dibiarkan pemerintah dan dijadikan alasan justifikasi, " tanya Edy.
Oleh karena itu, ia menilai sikap pemerintah itu sebagai indikasi tunduknya Indonesia pada AS. “Jangan-jangan Indonesia sekarang sudah masuk perangkap Barat. Padahal kita mau membangun PLTN. Saya khawatir Indonesia juga dilarang membangun pengayaan uranium. Ini ironis, Indonesia sebenarnya berkepentingan membuat energi nuklir untuk damai, ” paparnya.
Ketika ditanyakan apa diplomat Indonesa ditekan? Edy mengatakan, “Saya termasuk yang khawatir soal tekanan itu. Ini juga menjadi pertanyaan saya, apa diplomat Indonesia ditekan oleh Barat dan dilobi Israel dan AS agar mendukung resolusi 1747. ”
Ia menegaskan, seharusnya kita tidak lupa bahwa PBB dan AS sejak invasi ke Irak telah gagal membangun negara itu dengan damai. Mengapa semua diam dalam persoalan ini. Lalu muncul lagi masalah baru tentang resolusi 1747 terhadap Iran.
Politisi dari Nusa Tengggara Barat (NTB) ini khawatir peran Indonesia sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB, telah melenceng dari prinsip politik luar negeri bebas aktif, tidak berpihak pada negara manapun.
Sementara itu anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) Habib Mubarok, menentang upaya pemerintah untuk membatalkan interplasi dengan melakukan lobi diluar parlemen.
“Maksud interplasi itu untuk memberikan pendidikan politik kepada bangsa, apa kita punya pendirian yang tegas. Apa kita masih menjadi negara non-blok. Jadi jangan dianggap pengajuan interplasi dirasakan akan mendelegitimasi Presiden, itu yang bikin repot, ” katanya. (dina)