Kepolisian minta segera menelusuri seorang pria dengan kostum AKKBB, berada di tengah-tengah massa AKKBB, yang membawa-bawa senjata api pada saat terjadi kerusuhan di Monas 1 Juni lalu.
"Ini masuk tindak pidana berat, masuk kategori tindak pidana UU Darurat yang bisa diancam 20 tahun bahkan pidana mati, kok ini belum diusut, ini suatu fakta, menurut hemat saya harus ada tindakan polisi yang luar biasa yang tidak memihak, yang harus netral, yang harus profesional, dan proporsional terhadap insiden Monas, " tegas Tim Advokasi FPI Ahmad Michdan usai sidang praperadilan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/6).
Menurutnya, substansi dalam praperadilan yang diajukan itu bukan sekedar sah atau tidaknya penangkapan terhadap Habib Rizieq, tetapi argumentasi dari penangkapan itu yang terpenting.
"Ya memang dia tidak pernah memerintahkan untuk mempelopori Insiden Monas, tidak pernah memerintahkannya, itu spontanitas kok, dan bahkan yang harus disimak Insiden Monas ini tidak berdiri sendiri jadi suatu akibat, reaksi, " imbuhnya.
Reaksi yang muncul, lanjut Michdan, yang menimbulkan tindak pidana-tindak pidana lain misalnya aksi AKKBB tidak yang melanggar kesepakatan rute, kemudian juga kenapa harus membawa 90 persen jemaat Ahmadiyah, yang memang jelas-jelas bersilang pendapat kelompok Islam, mau apa dia masuk ke sana?
Sementara itu, saat memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan sebagai saksi kasus kekerasan Monas, Direktur Eksekutif Wahid Institut Ahmad Suaedy berkilah bahwa tidak ada anggota AKKBB yang membawa senjata api saat itu, namun kalau polisi ingin membuktikan dan menyelidikinya, pihaknya tak keberatan.
Dalih Ahmad Suaedi ini tentu menggelikan mengingat masyarakat Indonesia sudah mengetahui jika ada massa AKKBB bawa senjata api lewat bukti foto yang sudah tersebar ke mana-mana lewat media massa. (novel)