Aparat Kepolisian Resor Jember tak akan mengambil tindakan represif, untuk mencegah konflik terbuka Sunni-Syiah di sana. Namun polisi meminta agar persoalan diselesaikan secara dialog.
Hal ini dikemukakan Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Jayadi, usai rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Jember, Majelis Ulama Indonesia, dan beberapa pemangku kepentingan, Senin (27/8/2012). Pertemuan untuk membahas upaya mengantisipasi meluasnya konflik Sunni-Syiah di Jember, sebagaimana di Madura.
Benih-benih konflik Sunni-Syiah di Jember mulai muncul. Sejak memasuki Ramadan kemarin, mendadak bermunculan spanduk di sejumlah titik di Kecamatan Puger. Isinya menyebut ajaran salah satu Habib yang diduga Syiah sebagai ajaran sesat dan menyesatkan.
Sebelumnya, warga diresahkan oleh ceramah salah satu habib di Desa Puger Kulon yang diduga Syiah. Ceramah itu mendiskreditkan sahabat Nabi Muhammad, di luar Ali bin Abi Thalib. MUI Jember sudah mengeluarkan keputusan bahwa ajaran sang habib itu sesat dan menyesatkan.
Jayadi mengatakan, polisi tidak bisa berbuat banyak dalam persoalan ini karena berkaitan dengan akidah dan keyakinan. “Kita melakukan pendekatan kepada dua kelompok dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama, karena berkaitan dengan keyakinan. Karena berkaitan keyakinan, siapapun tidak bisa melakukan pressure, intervensi, tidak bisa memaksa. Akar masalah ini yang harus kita selesaikan untuk menghindari konflik terbuka,” katanya.(fq/beritajatim)