Eramuslim.com – Kuasa hukum warga Desa Wanakerta, Margamulya, dan Wanasari, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang Jhonson Panjaitan meminta perdagangan saham PT Agung Podomoro Land (APL) di Bursa Efek Indonesia segera disuspen atau dihentikan. Menyusul skandal penyuapan yang dilakukan perusahaan kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurutnya, selain skandal penyuapan, APL juga tersangkut skandal penyerobotan tanah milik warga tiga desa di Telukjambe Barat.
“Kita akan minta sahamnya di-suspen. Tapi kami harus menempuh prosedur agar tidak dituding fitnah dan sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini,” jelas Jhonson kepada wartawan, Sabtu (9/4).
Dia menjelaskan, selaku pengembang properti, APL telah melakukan penipuan publik dan skandal pasar modal, baik dalam kasus reklamasi Pluit City maupun kasus lahan di Telukjambe Barat. Izin rekklamasi yang diberikan gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014 kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha APL telah disalahgunakan.
Dengan melangkahi berbagai regulasi, seperti Amdal, persetujuan DPRD, Perda mengenai zonasi laut, dan lainnya, APL dengan leluasa dan secara terbuka memasarkan berbagai produk properti kepada publik.
Hal yang sama dilakukan APL terhadap lahan milik petani di Telukjambe Barat. Tanpa izin instansi terkait, perusahaan milik Trihatma Kusuma Haliman itu telah memasarkan lahan yang bukan miliknya kepada publik untuk dijadikan kawasan industri dengan mendirikan baliho dan membangun kantor pemasaran.
APL melalui anak usahanya PT. Sumber Air Mas Pratama (SAMP) dalam surat Nomor 01/VIII/SAMP/2015 tanggal 12 Agustus 2015 pernah mengajukan permohonan izin pemasangan reklame. Namun permohonan tersebut tidak diproses lebih lanjut Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT) karena pihak SAMP tidak memenuhi persyaratan, seperti Izin Undang-Undang Gangguan (IUUG/HO), surat pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah, dan pernyataan tertulis kesanggupan memelihara kebersihan, ketertiban dan keindahan reklame.
Namun begitu, APL tetap mendirikan baliho dan kantor pemasaran di atas lahan warga. Aksi ini mendapat perlawanan, tidak saja dari pihak petani tetapi berbagai elemen masyarakat dan pemerintah.
Sebagai jawaban, diselenggarakan Rapat Bersama pada 2 September 2015 yang dihadiri DPRD Kabupaten Karawang, BPN Karawang, ASDA I Kabupaten Karawang, BPMPT Karawang, Satpol PP, petani, dan Tim Advokasi Petani Karawang (Tampar).
Menurut Jhonson, pertemuan menghasilkan beberapa kesepakatan. Pertama, APLN (SAMP) belum terdaftar di BPN Karawang, oleh karena itu, belum memiliki bukti kepemilikan yang sah atas tanah.
Kedua, Satpol PP akan membongkar reklame (billboard) yang sudah dipasang dan menghentikan segala bentuk kegiatan SAMP dan/atau APLN di atas tanah lokasi sengketa antara masyarakat pemilik tanah da SAMP dan/atau APLN.
Lebih lanjut Jhonson mengatakan, pihaknya sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini. Karena yang dihadapi adalah korporasi raksasa yang juga diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat. Terlebih, pihaknya menduga APLN telah melakukan pembohongan publik.
“Bagaimana mungkin perusahaan yang belum mengantongi izin, bisa menawar-nawarkan saham di pasar modal dan sudah mendirikan kantor pemasaran. Apalagi kalau bukan tipu,” tegasnya.(ts/rmol)