Jika secara resmi dinyatakan sebagai pihak yang kalah dalam Pilkada DKI Jakarta, maka PKS akan tetap berupaya mengadvokasi sekitar 46% warga Jakarta yang memilihnya dan mengambil sikap sebagai oposisi. PKS akan melakukan check and balance terhadap jalannya proses pemerintahan DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur terpilih yang baru.
Hal ini dinyatakan Presiden PKS Tifatul Sembiring dalam siaran persnya tertanggal 8 Agustus 2007. Menurut Pak Tif, demikian sapaan akrabnya, posisi ini hendaknya dihargai pemerintah daerah yang baru karena eksistensi PKS yang cukup besar di Jakarta. “Kita tidak perlu merasa malu jika kalah dengan cara-cara terhormat. Karena jiwa seorang petarung, jika kalah, ia akan bangkit kembali dan melawan kembali, ” ujarnya.
Pak Tif juga berpesan kepada seluruh kader dan simpatisan PKS untuk tidak perlu berkecil hati, sebab kekalahan dan kemenangan itu sesungguhnya tidak lepas dari ketentuan yang sudah digariskan Allah SWT.
“Dari seluruh proses pilkada yang telah digelar di tanah air ini, PKS telah memenangkan 81 pilkada dari 136 pilkada yang ada. Ini sebuah angka yang cukup signifikan bagi perkembangan demokrasi di negara ini, ” tuturnya.
Syarat Oposisi
Hanya saja, jika PKS memang ingin menjadi oposisi yang kuat dan memiliki pengaruh yang signifikan, maka PKS wajib memiliki media massa yang efektif guna menyuarakan kepentingannya. Temuan Aliansi Jurnalistik Independen beberapa waktu lalu yang menyebutkan ada sekitar 10 media cetak besar di Jakarta yang tidak berimbang dalam memberitakan Pilkada di DKI Jakarta harus dicermati dengan seksama.
Koordinator Tim Peneliti AJI Jakarta, Ignatius Haryanto, menuturkan ke-10 media cetak di Jakarta yang dianggap tidak netral dalam pemberitaan soal Pilkada karena cenderung memberi porsi lebih besar pada pasangan Fauzi-Priyanto adalah Suara Pembaruan, Indo Pos, Media Indonesia, Republika, Rakyat Merdeka, Kompas, Koran Tempo, Warta Kota, Pos Kota, dan The Jakarta Post. “Porsi pemberitaan 10 media ini lebih cenderung kepada pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto, " tutur Ignatius dalam jumpa pers di sekretariat AJI, Jalan Kembang Raya Nomor 6, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Senin (6/8).
Sebab itu, jika selama ini PKS lebih memilih untuk melakukan sinergi dengan media-media cetak nasional untuk menyuarakan kepentingannya, maka hal itu sudah terbukti tidaklah efektif. Bukan rahasia umum lagi jika uang bisa menjadi berita. Siapa yang punya banyak uang, maka dialah yang bisa membeli space pemberitaan lebih banyak. Dan PKS bukan ada posisi itu.
Karena itu, PKS harus memiliki sebuah media cetak sendiri, yang bisa dan mampu mewarnai opini dan pemikiran warga Jakarta dan sekitarnya dengan sangat efektif. Satu-satunya media cetak yang bisa berperan untuk hal ini adalah harian, bukan pekanan apalagi dua pekanan. Jika tidak berskala nasional, maka setidaknya wilayah Jabodetabek harus dikuasai. Hal ini akan sangat berguna, bagi kesinambungan dakwah dan penyebar-luasan nilai-nilai keadilan dan moral yang selama ini menjadi pegangan partai dakwah ini. (Rizki)