Eramuslim – Minggu 16 September 2018, Polisi Batam memulangkan aktivis Ratna Sarumpaet ke Jakarta. Aparat menilai Ratna dapat memicu konflik karena sejumlah massa menolak kehadirannya di Bandara Hang Nadim, Batam.
Di Kota Batam, Ratna dijadwalkan akan menghadiri acara silaturahmi dan diskusi Gerakan Selamatkan Indonesia di Gedung Aula Pusat Informasi Haji (PIH). Namun acara batal karena penolakan massa yang menamakan diri ‘Barisan Cinta Damai Kota Batam’.
Pemulangan ini pun memicu reaksi, Direktur Pencapresan PKS, Suhud Alyuddin menilai, kebebasan berserikat dan berkumpul, serta berpendapat sudah jelas dilindungi oleh konstitusi dan perundangan-undangan.
“Pelarangan/penolakan itu bertentangan dengan konstitusi dan perundangan yang berlaku di Indonesia serta berpotensi mengancam masa depan demokrasi di Indonesia,” kata Suhud kepada merdeka.com, Senin (17/9).
Suhud menilai, di alam demokrasi seharusnya perbedaan pendapat merupakan hal yang sangat wajar. Sehingga, hal demikian, kata dia, mestinya disikapi dengan bijak oleh seluruh elemen bangsa.
Dia juga menyayangkan sikap aparat yang malah memulangkan Ratna. Menurut dia, aparat harusnya bisa menjaga kebebasan berekspresi itu sendiri agar berlangsung secara aman dan damai.
“Pentingnya peran aparat untuk turut mengamankan dan menjaga kebebasan berekspresi agar berlangsung aman,” tutup Suhud.
Kapolresta Barelang, Kombes Hengki menjelaskan, tidak jadinya Ratna Sarumpaet menjalankan kegiatannya di Batam, karena gelombang penolakan dari berbagai pihak.