'Pimpong' Politik Kasus Bank Century

Dorongan publik dan sejumlah anggota DPR terhadap pengusutan kasus Bank Century sepertinya akan mengalami hambatan hukum. Hal ini karena Badan Pemeriksa Keuangan kesulitan melakukan audit investigatif terhadap aliran dana Bank Century karena tidak adanya transkrip aliran dana dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.

Tidak diberikannya transkrip aliran dana dari PPATK ke BPK karena terbentur Undang-undang PPATK nomor 25 tahun 2003 pasal 26 huruf g. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa PPATK hanya bisa menyerahkan hasil analisis aliran dana yang terindikasi pencucian uang kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan.

Karena itu, menurut anggota Komisi XI DPR RI, Maruarar Sirait seusai rapat dengan pemerintah di DPR kemarin bahwa perlu adanya Perpu dari Presiden untuk memudahkan BPK dalam mendapatkan laporan aliran dana dari PPATK.

”Perpu ini merupakan kebutuhan yang mendesak. Karena itu, Presiden perlu secepatnya menetapkan perpu demi transparansi dan mendukung profesionalitas BPK,” ucap anggota DPR seperti yang dikutip detikcom kemarin.

Persoalannya, apakah Presiden akan berpikir untuk membuat Perpu ini sementara Perpu soal kewenangan pemerintah terhadap penanganan atau pengucuran dana Bank Century dalam hal ini Menteri Keuangan dan Bank Indonesia telah ditolak DPR periode lama ketika skandal Bank Century mencuat pada akhir tahun lalu.

Kalau sudah begini, publik hanya akan dipertontonkan dengan ’bola pimpong’ hukum dan politik: fraksi di DPR mengatakan baru akan menggulirkan hak angket kalau ada laporan resmi dari BPK. Sementara, BPK baru bisa melakukan audit investigatif kalau ada laporan dari PPATK. Dan PPATK baru bisa memberikan laporan ke BPK kalau ada Perpu dari Presiden. Dan seterusnya. mnh