Pimpinan Al-Qiyadah Divonis Empat Tahun

Pimpinan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmad Moshaddeq alias Al-Masih Al-Maw’ud divonis hakim 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Vonis ini sama seperti tuntyan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan sebelumnya melayangkan tuntutan 4 tahun penjara terhadap Moshaddeq.

Ketua Majelis Hakim Zahrul Rabain mengatakan, Moshaddeq didakwa sengaja melakukan perbuatan penodaan agama, berdasar pasal 156 a KUHP. Alasannya, perbuatan terdakwa yang menyatakan diri sebagai Nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad dan menyebarkan ajarannya ke dalam Komunitas Al-Qiyadah Al-Islamiyah merupakan perbuatan penodaan terhadap Agama Islam.

"Terdakwa telah terbukti bersalah. Dia telah melakukan perbuatan penodaan agama yang dilakukan dimuka umum, " kata Ketua Majelis Hakim Zahrul Rabain saat membacakan putusan, di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Rabu (23/4).

Majelis Hakim menilai, pertobatan pemimpin aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah Ahmad Musaddeq (63) dinilai tidak sepenuh hati. Penilaian itulah yang membuat pemilik nama Abdus Salam itu tidak diringankan dari hukuman.

"Tobat itu harus disadari dengan kesadaran mendalam dengan mengakui perbuatannya salah dan sesat, sehingga meminta ampun kepada Tuhan, " ujar Hakim Zahrul Rabain.

Menanggapi pernyataan majelis hakim tersebut, Ahmad Mushadeq terdakwa pimpinan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah menyatakan banding atas putusan Majelis Hakim PN Selatan yang menghukumnya empat tahun penjara.

Kuasa hukum Musaddeq, Muhammad Tubagus pun merasa tidak puas dengan alasan majelis hakim, danmenganggap keputusan itutidak adil. Karena, masih lekat dalam ingatannya ketika kliennya itu bertobat di hadapan sejumlah saksi dan unsur-unsur termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Berarti majelis hakim sama saja mengabaikan kesaksian para tokoh Islam. Yang bisa menilai pertobatan seseorang itu hanyalah Tuhan, " ujar Tubagus.

Persidangan pembacaan vonis Moshaddeq dipenuhi pendukung
Moshaddeq dan anggota Front Pembela Islam (FPI). Suasana
persidangan mencekam, karena aparat kepolisian dari Polda
Metro Jaya, Polres Jaksel dan Polsek Metro Pasar Minggu,
sebagian dilengkapi dengan senjata lengkap untuk mengamankan
jalannya persidangan.(novel/kcm-pic)